“Sandal aja punya pasangan, masak kamu enggak?”
“Truk aja gandengan, masak kamu enggak?”
“Kota aja Samarinda, hla kamu sama siapa?”
Kira kira seperti ini bunyi meme yang berseliweran di
media sosial. Ehm… lucu sih tapi menohok! Apalagi bagi kaum jomblo (dalam hal
ini remaja yang belum punya pacar, HTS, hingga korban digantungin). Entah
bagaimana tanggapa jomblowan dan jomblowati di luar sana. Diantara mereka pasti
ada yang mewek, sedih, baper, frustasi, hingga bunuh diri. Tapi dari sini
terbersit pemikiran saya bahwa remaja Indonesia itu kian takut berstatus
seorang jomblo. Hmm…
Kehidupan remaja memang tak bisa dipisahkan dengan
yang namanya cinta dan percintaan. Semua terasa indah jika berbahas tentang
cinta. Bahkan, Kahlil Gibran, penyair terkenal itu, melukiskan bahwa cinta
adalah nyala yang berkobar dalam hati manusia dan akan berjalan terus menuju
keabadian. Ciee… yang lagi jatuh cinta!
Kahlil Gibran memang tidak salah menafsirkan keduanya.
Dulu, waktu saya es em pe, bahasan
tentang cinta masih dianggap tabu dan malu malu. Jika kita naksir seseorang
misalnya, cuma sebatas titip salam, flirting,
hingga ketemu malu malu dibawah pohon jambu. Itu dulu, zaman dimana Cinta masih
gengsi bilang suka sama Rangga, zaman dimana Rara Jonggrang minta dibuatin
seribu candi sama Bandung Bondowoso (Ups! Ini ketuaan!). Hla sekarang? Zaman
ganteng ganteng serigala, mblo! Anak es
em pe aja punya pacar, masak kamu yang tua enggak? Jleebbb!
Duh.. mbloo nasibmu!
Lagian, emang enak jadi jomblo? Ketika malem minggu,
saat dimana teman temannya asyik berboncengan mesra naik sepeda motor,
berselfie ria sampai batre hengpon-nya lowbat. Eh, si jomblo malah asyik
ngedekem dirumah. Sambil gigit gigit ujung bantal. Puncak puncaknya, pergi ke
WC terdekat untuk bolongin sabun.
Dalam kacamata iseng saya, jomblo sendiri dibagi
menjadi beberapa tahapan. Dimana semakin tinggi tingkatanya semakin besar juga
tingkat penderitaan yang harus ditanggung si jomblo tadi. ini nih kira kira
gambarannya…
Level
kejombloan
|
Masa inkubasi
|
Gejala gejala
|
Cara penanganan
|
Stadium 1
|
1-4 bulan
|
Pusing, sakit kepala, bibir pecah pecah, sakit di
ulu hati, baper, makan dan tidur tidak teratur, kurang gairah, bad mood
|
Konsultasikan ke psikolog terdekat, usahakan untuk
selalu berada bersama orang orang terdekat untuk sekedar curhat
|
Stadium II
|
4-5 bulan
|
Sakit kepala, sariawan, bibir pecah pecah, mudah
emosi, baper, kurang makan dan tidur, masuk angin, insomnia
|
Konsultasikan ke psikolog terdekat, konsumsi
beberapa butir aspirin, obat tidur, dan obat penambah nafsu makan, hindari
pertemuan dengan mantan.
|
Stadium III
|
6-10 bulan
|
Vertigo, sariawan, bibir pecah pecah, baper parah,
insomnia, skizofrenia (suka berbicara sendiri), maag kronis, gejala awal
impotensi
|
Konsultasikan ke psikolog terdekat, usahakan untuk
selalu berada bersama orang terdekat untuk menghindari hal hal yang tidak
diinginkan
|
Stadium IV
|
>! tahun
|
Vertigo parah, sariawan, insomnia, skizorenia, ejakulasi
dini, lemah syahwat (untuk pria)
|
Pasien dianjurkan untuk dirawat di panti jomblo
untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut
|
Ket: Panti jomblo adalah pusat rehabilitasi bagi
jomblo stadium akhir. Untuk menjaga identitas pasien lokasi panti jomblo sangat
dirahasiakan.
Begini kira kira tingkatan jomblo berdasarkan kadar
penderitaannya. Agak berlebihan memang tapi cukup untuk menggambarkan kepedihan
jomblo zaman sekarang.
Nah, dari ilustrasi diatas ketahuan kan berapa
sengsaranya menjadi seorang jomblo. Enggak heran jika anak zaman sekarang
sangat menghindari predikat jomblo ini. Mereka rela untuk mendaki gunung lewati
lembah demi mendapatkan sang pujaan hati. Ketakutan yang berlebihan ini yang
kemudian saya sebut sebagai jomblophobia.
Bagi remaja kebanyakan, status jomblo dianggap tak ubahnya sebagai penyakit. Aib yang harus dihindari sejauh mungkin. Yang jika dilanggar akan terkena sanksi sosial. Jika kamu sekarang jomblo misalnya, bersiaplah untuk dicap sebagai remaja katrok, udik, ndeso, enggak gaul, enggak kekinian, kampungan, ketinggalan zaman, yang ujung ujungnya bikin kamu minder dihadapan teman teman.
Tekanan sosial ini yang kemudian menjadi titik awal
munculnya jomblophobia. Isi otak mereka telah terdoktrin bahwa: “Memiliki pacar
adalah puncak dari status sosial anak kekinian”. Tentu saja, dengan labilnya
emosi mereka, ditambah pengaruh lingkungan tadi, mereka menelan mentah mentah
semua anggapan ini. tekanan sosial bisa berupa komentar nyinyir dari teman
dekat hingga dari media sosial seperti meme meme tadi.
Ups… disini saya tidak melarang kalian untuk pacaran
sama sekali. Toh, dibalik stempel buruk tentang pacaran masih ada ‘gaya pacaran
sehat’ yang berujung pada pernikahan. Disini saya justru menyoroti jomblophobia
usia dini yang menyerang anak anak di bawah umur!
Baru baru ini warganet dihebohkan dengan beredarnya
foto foto mesra dua onggok muda mudi bau kencur. Saking mesranya, foto ini
sepertinya mampu menyaingi foto priwet-nya Raisa dan Hamish Daud yang sebentar
lagi mau nikah itu. Tapi, boro boro bikin baper, foto foto sableng ini malah
bikin warganet miris, sedih, sampai meneteskan air ketuban.
Source: Instagram |
Source: Instagram |
Nah, itu. Itu satu kasus jomblophobia yang berhasil terekspos media. Ini baru satu kasus. Diluar sana mungkin masih banyak kasus serupa yang tidak terekspos.
Jadi jangan heran jika jomblophobia juga berdampak
pada perilaku perilaku negatif remaja. Misalnya saja seks bebas, pernikahan usia
dini, hingga mengarah ke tindak kriminal seperti aborsi. Menyedihkan, bukan?
Kalau sudah begini siapa yang harus disalahkan? Sinetron Indonesia yang tidak
mendidik’kah? Sosial media ‘kah? Atau orang tua yang tidak mampu mengawasi anak
anaknya?
Menurut analisis ilmiahku (enggak ilmiah ilmiah banget
sih…) cara pandang remaja terhadap jomblo inilah yang harus segera dibenahi.
Bahkan predikat jomblo tidak sehina dan semenyakitkan seperti yang mereka kira
selaman ini.
Jomblo adalah suatu proses kehidupan
‘Tul, banget! Jomblo adalah suatu proses dalam hidup.
Kumpulan dari banyak proses malah. Mulai dari proses pendewasaan diri, proses
meraih kesuksesan, proses mendapatkan pasangan hidup, dan seabreg poses
lainnya. Tak ada seorangpun manusia yang bisa menghindari semua proses ini.
Dan, tentu saja, proses ini membutuhkan kesabaran ekstra dari kamu sang pemilik
hati.
Coba, saya ingin menanyakan satu hal ke kamu semua.
Adakah di dunia ini, bayi yang baru lahir langsung mendapat pasangan hidup? Tentu
tidak ada, kan?
Bayi lucu itu harus melewati serangkaian proses
kehidupan. Mulai dari proses tumbuh kembang, proses bersosialisasi dan
berkomunikasi dengan lingkungan sekitar. Pun ketika sudah menginjak remaja dan
mulai mengenal yang namanya cinta. Bayi itu tiak langsung mendapatkan pasangan.
Masih ada sekelumit proses yang harus dijalani seperti proses kenalan – pacaran
– putus – jomblo – kenalan lagi, dan seterusnya hingga mendapatkan pasangan
ideal untuk hidup bersama. Bayi lucu itu kamu, ya kamu yang lagi baca tulisan
ini. dan kamu tidak bisa menyangkalnya karena sudah digariskan olehNya.
Lihat, kan? Betapa jomblo hanyalah satu dari banyaknya
proses dalam hidup. Jika hanya satu proses, kenapa harus diseriusin?
Kalian boleh dengan si A hari ini, tapi siapa yang menjamin
jika si A tadi bakal jadi pasangan hidup kalian di pelaminan nanti? Tidak ada!
Karena jodoh adalah rahasia Tuhan. Maka, jika kalian sekarang jomblo jananlah
frustasi apalagi bunuh diri. Toh, pacaran itu enggak seenak, enggak seindah,
dan enggak seunyu yang kalian pikirin kok. Wong kalo pacaran masih maintain
duit masih sama mamih papih kok. Terus enaknya itu dimana?!
Ada cerita lucu yang membuat saya iri setengah mati
terhadap makhluk bernama jomblo ini. ceritanya saat saat saya kuliah dulu, saya
punya teman satu fakultas tapi beda jurusan. Uniknya, dia adalah satu satunya
mahasiswa laki laki di jurusan itu, sedangkan 20-an sisanya adalah mahasiswa
perempuan. Maklum, jurusan sastra Perancis baru saja dibuka oleh pihak kampus
sehingga yang minat juga terbatas. Yang membuat saya heran adalah dia betah
sekali berstatus jomblo. Padahal, kalo boleh jujur, dia itu pintar, supel, dan
level kegantengannya berada sedikit di bawah saya (Ngarep!) sedangkan rata rata
teman teman satu jurusannya adalah mahasiswi mahasiswi cantik yang sudah akil
baligh.
Suatu hari saya nekat bertanya ke teman saya yang
level kegantengannya masih di bawah saya tadi,
“Bro, betah banget nge-jomblo? Enggak ngerasa kesepian
kamu?”. Namun, bukannya tersinggung dia dengan entengnya menjawab;
“Gimana ngerasa kesepian, Bro? Wong saya kalo malem
minggu tinggal milih cewek mana yang mau saya ajak keluar!”.
Jawaban polosnya ini bikin saya manggut manggut sampai
tujuh kali. Benar apa yang dia bilang. Dengan status jomblonya ini dia jadi
bebas keluar dengan perempuan manapun yang dia suka. Bebas bersosialisasi
dengan siapapun tanpa takut ada yang cemburu. Dengan status jomblonya juga dia
jadi bebas mengatur waktu antara pergi main, kuliah, kumpul bareng keluarga dan
teman. Jadi, secara enggak langsung dia jadi bahan rebutan semua teman satu
jurusannya. Gimana enggak ngiri?!
Nah, kasus diatas jadi pembuktian bahwa tidak
selamanya sendiri itu sepi dan pacaran itu tidak selamanya menyenangkan. Bahkan
saat jomblo inilah saat terbaik bagi kita untuk bisa memahami diri sendiri,
menggali potensi yang ada dalam diri, dan menjadi jomblo adalah predikat
terbaik untuk terhindar dari belenggu cinta yang selama ini menjerat kebebasan
kita.
Jangan harap Indonesia menjadi negara yang maju (Hlo
kok ini bawa bawa negara?!) sebab keberhasilan sebuah negara maju berada
dipundak generasi mudanya. Jika generasi mudanya saja masih terkena sindrom
jomblophobia tingkat akut, bisa bisa negara ini bakal runtuh dengan sendirinya
tanpa dijajah negara lain.
Marah? Sedih? Sepi? Baper? Frustasi? Adalah letupan
emosi yang wajar dari seorang jomblo. Jomblo hanya sekedar satu dari sekian
banyak proses yang ada di kehidupan kamu. Jutrsu jika kita kelola dengan baik,
kita bisa menjadi lebih dewasa, paham akan batasan kemampuan diri, lebih dekat
kepada Tuhan dan orang disekitar, dan bisa melakukan hal posotif lainnya.
Oke, ini kehidupanmu. Silahkan memilih antara jones
galau sang pengemis cinta atau High Quality Jomblo yang mapan dan dewasa?
The Choice is in your hand, Buddy!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar