Minggu, 11 Juni 2017

? (Tanda Tanya)



Bagi saya, membuat judul artikel itu gampang-gampang susah. Selalu saja ada yang mengganjal. Kurang inilah kurang itulah, lebih inilah lebih itulah. Mungkin ini juga yang ikut menjadi problematika tersendiri bagi kalian yang seorang penulis.

Bagaimana tidak? Setelah berjibaku dengan deretan kata yang diuntai menjadi kesatuan yang indah, penulis harus mencari lagi judul yang dirasa pas untuk mewakili karya masterpiece mereka. Pemilihan judul juga tidak boleh sembarangan. Penulis dituntut untuk mencari judul yang singkat, komunikatif, namun tetap mampu menarik perhatian pembaca.

Semakin hari, seiring dengan semakin menggilanya dunia digital, kita semakin banyak melihat varian-varian judul yang diciptakan penulis. Semakin kreatif judul sebuah artikel dibuat, maka semakin menarik perhatian si pembaca. Banyak pula yang berpendapat bahwa pemilihan judul itu menggambarkan karakteristik kepenulisan si penulis tadi. Hmm… benarkah?

Pemilihan judul ini bisa bermacam-macam. Ada penulis yang menggunakan judul pendek dengan dua sampai tiga kata. Ada pula penulis yang menggunakan hingga lebih dari lima kata di judul artikel. Selain itu, ada juga penulis yang menggunakan banyak tanda baca seperti tanda seru (!), tanda tanya (?) atau tanda baca lainnya pada judul yang mereka buat.


Pikiran iseng saya pun berkecamuk. Melihat fenomena diatas, bagaimana jika penulis ini kita kelompokan menjadi beberapa tipe berdasarkan pemilihan judul mereka?

Setelah melakukan riset di dunia cetak maupun online, saya mendapat data menarik tentang pemilihan judul dari banyak penulis. Saya kemudian membagi si penulis tadi berdasarkan tipe-tipe sesuai dengan pemilihan judul tadi. Oh ya, biar lebih mudah dipahami, setiap tipe saya beri beberapa contoh. Contoh ini tanpa rekayasa dan tanpa adanya perubahan apapun. 

So… inilah tipe tipe-tipe penulis berdasarkan pemilihan judul:

Dalam penulisan judul artikel, penulis bertipe normal biasanya menggunakan judul yang singkat dan komunikatif. Unsur kalimatnya berupa dua atau lebih suku kata dengan ciri kalimat aktif. Penulis bertipe ini cukup jarang menggunakan tanda baca tertentu seperti tanda tanya (?) atau tanda petik (“). Bisa dipastikan, tipe normal adalah tipe umum yang digunakan sebagian besar penulis di jagad cetak maupun on line.

Contoh:
1.  Ziarah Kubro, Tradisi Khas Palembang Kompas.com
2.  Wonder Woman, Feminisme, dan Lie Detector Kompasiana.com
3.  Lahan Pertanian di Sleman Menyusut Kompas.com 

Tipe puitis adalah tipe paling unik. Dalam pemilihan judul, tipe puitis akan memperindah judul artikel bak sebuah kata dalam puisi. Tipe puitis cukup mudah untuk dikenali. Biasanya penulis menggunakan rima a-a pada judul atau dengan pengulangan beberapa kata. Bisa juga penulis menggunakan puisi atau pantun yang sudah ada dan memplesetkannya menjadi sebuah judul artikel. Kreatif!

Contoh:
1.     Tanah Airku di Tanah Orang Kompasiana.com
2.     Persegres Terpuruk, Ultras Mengamuk  kompas.com
3.     Sekali Bertandang, Dua Situs Sejarah Terkunjungi Kompasiana.com

Sesuai dengan namanya, penulis bertipe basa basi sering menulis judul kelewat panjang. Judul artikel penulis bertipe ini bisa mencapai 8 suku kata atau lebih! Penulis juga kadang membubuhi tanda tanya (?) dan tanda seru (!) agar kelihatan lebih menarik di mata pembaca. Saking panjangnya, kita tidak perlu lagi membaca keseluruhan artikel karena sudah dijelaskan di judul nya tadi. Huehehe…

Contoh:
1.  Cerita Bocah Penemu Listrik, dari Pohon Kedondong, Tolak Tawaran Panglima TNI, Lalu Pilih Beasiswa Kemenag Kompas.com
2.  Inilah Sosok Penyumbang Emas Monas, Nasbnya Tragis, Bukannya Dihargai, Malah Masuk Penjara Tribunnews.com
3.  Tidur Selama Perjalanan Kereta, Wanita Ini Terbangun Karena Merasa Aneh, Ada yang Gelitik Gelitik Tribunstyle.com

Lain lagi dengan penulis bertipe lebay. Penulis bertipe ini seringkali menggambarkan artikelnya secara hiperbola, fantastis, bombastis, spektakuler, dan bertempo tinggi. Tak jarang penulis tipe lebay sering menyisipkan tanda seru (!) dan tanda tanya (?) untuk penekanannya. Hal ini agak aneh karena sebagian artikelnya berupa berita ringan untuk hiburan semata. Benar benar alay bin lebay!

Contoh:
1.  Ngeri! Pintu Mobil Tiba tiba Terbuka, Bayi 2 Tahun Tiba Tiba Terjatuh di Jalanan Ramai, Begini Nasibnya… Tribunnews.com
2.  Suami Dobrak Pintu Kamar, Braakk!! Ternyata Istrinya… Jpnn.com
3.  Mengejutkan! Arab Jadi Putuskan Hubungan dengan Qatar Tempo.co

Penulis dengan tipe tanda tanya adalah seorang yang penuh dengan misteri. Mereka selalu menggunakan kalimat tanya yang bersifat interogatif kepada kita (si pembaca). Kalimat tanya yang digunakan adalah kalimat tanya retoris, yaitu kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban. Gimana mau menjawab wong sudah ada diartikel yang dia buat. Loh sudah tau kok nanya?

Contoh:
1.  Utang RI Capai Rp. 3,667 T, Membahayakan? Kompas.com
2.  Mengapa Orang Indonesia Ketik ‘Wkwk” Ketika Tertawa? Kompas.com
3.  Pernah Bermimpi Bisa Terbang? Mungkin Pertanda Bagus Tempo.co

Oke, saya setuju jika kegiatan menulis adalah untuk menyampaikan pendapat atau opini. Namun, pantaskah opini tadi ditulis di judul artikel? Ini yang menjadi dilema tersendiri bagi penulis bertipe Opini. Penulis bertipe ini bisa kalem atau malah jadi heri (heboh sendiri) tergantung dengan opini yang kemudian dijabarkan menjadi sebuah artikel.

Contoh:
1.  Pengusaha Kost Kostan Seharusnya Melengkapi Beritanya dengan CCTV Kompasiana.com
2.  Sekolah Tempat Literasi Anak (Seharusnya) Mulai Bersemi Kompasiana.com
3.  Alasan Saya Tidak Mengunggah Foto Anak Di Medsos Kompasiana.com


Penulis dengan ‘tipe poin’ adalah penulis yang memuja deretan angka. Agar artikel mereka mendapat perhatian pembaca dan juga lebih mudah dalam menjabarkan ide ide penting dalam tulisan, penulis menggunakan poin (biasanya berupa deretan angka) untuk “mem-bold” pandangan mereka tadi.

Contoh:
1.  10 Artis dengan Follower Terbanyak Di Instagram terunik.net
2.  ‘Gaptek’, 5 Artis ini Tak Punya Media Sosial Kompas.com
3.  7 Cara Ampuh Menerima Kekurangan Fisik Pada Diri Kita, Bukan Hanya Sekedar Bersyukur Hipwee.com

Penulis tipe “pengutip” biasanya adalah seorang newsmaker atau praktisi di bidang jurnalisme. Mereka mengutip ucapan ucapan atau quote dari tokoh tokoh tertentu untuk dijadikan judul artikel. Tidak semua ucapan dijadikan judul, beberapa kata mungkin dipotong agar tujuan penulisan tetap tercapai. Journalism Stuff!

Contoh:
1.  Pengamat: Mestinya KPK Periksa Amien Rais Inilah.com
2.  Gedung Putih : AS Akan Redakan Ketegangan Antar Negara Negara Arab Republika Online
3.  Presiden: Hentikan Sebar Hoax di Media Sosial Kumparan.com

Karena bersifat dinamis, tidak ada jaminan penulis terpatok dengan satu tipe diatas. Seorang penulis bahkan sering menggunakan lebih dari satu tipe, tergantung dengan daya kreatifitas, imaginasi dan mood si penulis tadi. Namun, beberapa tipe diatas sudah mewakili pengelompokan penulis penulis yang ada sekarang ini.


Saya percaya, pemilihan dan penulisan judul adalah hak prerogatif seorang penulis. Sifatnya absolut yang berarti tidak boleh diganggu gugat, bahkan oleh pembaca sendiri. Sebagai pembaca kita hanya diizinkan membaca. Soal kritik dan penilaian, beberapa penulis kadang menganggapnya hanya sebagai angin kentut. Bau, namun cepat berlalu.

Namun hukum tidak tertulis ini justru memberi hasil yang kontraproduktif bagi kita para pembaca. Entah berapa kali kita menemukan banyaknya artikel dengan judul bombastis, namun dengan kualitas rendah, sumber sumbernya kurang valid, dan hanya terkesan artikel numpang lewat. Tak jarang pula kita kecele dengan hebohnya judul judul artikel, namun setelah dibaca, kita tidak menemukan apa yang kita cari dan harapkan demi memuaskan rasa penasaran kita pada berita atau informasi. Bagaimana perasanmu ketika mengalaminya, wahai pemirsa?

Ternyata, persaingan antar portal media daring punya andil besar terhadap segala “penipuan terselubung” ini. Terdorong dengan kewajiban mendapatkan banyaknya viewers, yang juga sumber finansial bagi mereka, maka dibuatlah banyak artikel yang asal jadi, pengejaran terhadap SEO yang tanpa mempedulikan kualitas dari tulisan itu sendiri, dan tanpa mempedulikan faedah berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Penulis portal media ini sepertinya lebih mengutamakan kuantitas daripada kualitas tulisannya, sehingga tak heran jika banyak jumlah tulisan tapi minim kualitas. Ini juga yang mendorong pertumbuhan berita hoax yang akhir akhir ini meresahkan kaum millennial.

Sayangnya belum ada pasal dalam EBI 2015 (Ejaan Bahasa Indonesia, pembaruan dari EYD) yang mengatur tentang penggunaan judul yang tepat. EBI hanya mengatur tentang penggunaan huruf Kapital dalam judul saja. Seandainya ada, pasti banyak pemerhati literasi dan kesusastraan Indonesia yang mengkritisi penggunaan judul tadi, dan pembuat artikel tadi pasti kelimpungan. 

Penggunaan Tanda tanya (?) pada Judul Artikel

Disini saya ingin membahas tentang penggunaan tanda tanya (?) pada judul artikel, khususnya artikel media online. Yap, jika ada demonstrasi besar menentang penggunaan tanda tanya (?) pada judul artikel ini pasti saya berada di garda terdepan untuk mendukungnya.

Faktanya, penggunaan tanda tanya (?) pada judul kalimat dilakukan secara membabi buta. Lihat saja di laman berita on line di lini masamu, banyak judul artikel bersifat interogatif tersebar di jagad maya. Penggunaan tanda tanya tentu saja menghilangkan estetika dalam penulisan judul artikel.

Ada ulasan pribadi tentang penggunaan tanda tanya (?) pada judul kalimat ini. Selain untuk menarik perhatian pembaca, ada beberapa pertimbangan penulis menggunakan tanda tanya (?) dalam judul artikel.



Ada beberapa kesalahan dalam penggunaan tanda tanya (?) di judul  artikel. Pertama, tanda tanya (?) akan memberikan kesan bias, abu abu, dan kabur. Judul yang seharusnya berupa kalimat aktif akan hilang penegasannya jika dibubuhi dengan tanda tanya (?). Hal inilah yang memberikan kesan samar dan menimbulkan rasa penasaran bagi calon pembaca. Kedua, karena judul yang terkesan bias tadi, tanda tanya (?) dijadikan semacam tameng dari tuntutan hokum pelanggaran pers. Tanda tanya (?) akan meringakan/menghilangkan tuntutan hukum pada isu isu sensitif di media massa. Dan yang ketiga, berdasarkan sudut pandang pembaca, tanda tanya (?) adalah bukti kesewenang wenangan juru berita dalam menyampaikan berita yang dibuatnya.




Dalam Pedoman Umun Ejaan Bahasa Indonesia juga menjelaskan keslahan penggunaan tanda tanya dalam judul sebuah artikel.




Menurut EBI, penggunaan tanda tanya (?) pada judul harus dilengkapi dengan tanda dalam kurung ((…)) pada setiap penggunaannya. Tujuannya untuk menandakan bahwa judul tersebut masih disangsikan atau kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Hmm… apakah artikel yang ada sudah menggunakan tanda ini?

Penggunaan tanda tanya (?) pada judul memang jadi primadona bagi para pewarta. Padahal, tanpa kita sadari, penggunaan ini akan mereduksi kreativitas kita sebagai penulis. Efek jangka panjangnya adalah kita dituntun menuju generasi yang serba instan, males mikir, dan egois. Menganggap pembaca hanya sebagai pelengkap buka objek apalagi subjek.

Dalam pemilihan judul, saya sendiri matia matian menghindari penggunaan tanda tanya (?) ini. jika perlu, penulisan judul saya buat sesingkat mungkin. Minimal 2-3 suku kata. Misalnya artikel dengan judul “Seperti apa pakaian yang biasa nge-trend dikalangan anak kampus?” saya ubah menjadi “Fashion Kampus” atau artikel saya tentang turunnya eksistensi surat kabar menjadi “Cerita Kopi & Koran Pagi”. Rasa penasaran calon pembaca saya ciptakan dengan membingkai judul kalimat sekreatif mungkin. Hitung hitung sebagai media pembelajaran untuk memperbanyak kosakata bahasa Indonesia.

Saya bukan ahli bahasa apalagi budayawan seperti Sujiwo Tedjo. Tapi perkenankan saya untuk mewakili perasaan penikmat berita di luar sana yang mendambakan berita berkualitas yang jauh dari hoax. Pembaca berita seperti saya sudah muak dengan banyaknya berita hoax yang mengarah pada disintegrasi bangsa.

Last but not least, penulis itu bagai dua sisi mata uang. Penulis baik adalah seorang agent of change, agen perubahan, dimana dia menulis bukan untuk dirinya sendiri, tidak ingin terkenal, namun ingin menjadi tokoh perubahan pola pikir manusia. Dan penulis jahat adalah seorang agent of chaos, agen kekacauan, dimana dia menulis untuk dirinya sendiri, tak peduli terkenal atau tidak namun dia tidak peduli dengan dampak tulisannya.

Nah, penulis seperti apa dirimu? Itu keputusanmu…







Tidak ada komentar:

Posting Komentar