Senin, 13 April 2020

Seluk Beluk Sepak Bola Modern

 


Sejak ditemukan abad ke-3 sebelum masehi, mungkin tidak ada yang menyangka jika olahraga bernama sepakbola akan menjadi olahraga paling populer di planet Bumi.   

Pijakan besar sepakbola modern terjadi pada tanggal 21 Mei 1904 dimana Federasi Sepakbola Internasional atau FIFA terbentuk. Federasi ini dibuat oleh badan olahraga sepakbola yang sudah lebih dulu dibentuk yaitu: USFA (Perancis), UBSSA (Belgia), DBU (Denmark), NVB (Belanda), Madrid FC (Spanyol), SBF (Swedia), dan ASF (Swiss)1. Mereka semua berkumpul dengan harapan lahirnya sebuah wadah kerjasama asosiasi sepakbola di seluruh dunia.



Dalam perkembangannya, FIFA telah membentuk asosiasi regional yang aktif di berbagai belahan dunia;

·        AFC (Asia, 47 negara anggota)

·        CAF (Afrika, 56 negara anggota)

·        UEFA (Eropa, 54 negara anggota)

·        CONMEBOL (Amerika Selatan, 10 negara anggota)

·        CONCACAF (Amerika Utara, Tengah, dan Karibia, 41 negara anggota)

·        dan OFC (Oceania, 16 negara anggota)

FIFA sendiri berkembang seiring dengan perkembangan sepakbola modern. Usaha mereka dalam memperkenalkan sepakbola ke seluruh dunia menuai sukses lewat liga domestik dan gelaran akbar seperti Piala Dunia.

Namun, pusat dari perkembangan sepakbola modern terjadi di benua Eropa. Klub sepakbola, pemain, pelatih, formasi, serta segala teknologi hingga law of the game telah lahir disini. Memang, pesepakbola di luar Eropa seperti di Amerika Selatan dan Asia turut berkembang dan menghasilkan pemain-pemain hebat. Namun, pada akhirnya di klub-klub Eropa-lah karier sepakbola mereka berkembang.

Di artikel kali ini, saya ingin mengupas secara mendalam mengenai sepakbola modern, yang mencakup perkembangan kepengurusan klub sepakbola, revolusi taktik dan formasi, penerapan teknologi yang mengubah wajah sepakbola sepakbola yang kita kenal sekarang, hingga tantangan yang dihadapi

 

1.  Kepengurusan klub dan turnamen

 

Modernisasi sepakbola memiliki alur sejarah yang panjang dan berliku. Pada abad ke-19, klub sepakbola dibentuk hanya berdasarkan pertemanan bisnis dan kekeluargaan. Mereka masih bermain di liga domestik sebagai arena kompetisi tunggal. Kompetisi inipun masih bersifat amatir dan belum terpublikasi secara luas. Jumlah fans sedikit, harga tiket murah, tidak ada sponsor, dan hak kepemilikan klub masih milik perseorangan.

Kini sepakbola telah menjadi olahraga terpopuler dunia. Banyak klub dan pemain legendaris terlahir dari beragam kompetisi yang ketat dan membosankan. Kompetisi ini sebagian besar berupa liga domestik yang mempertandingkan kurang lebih 20 tim sepakbola dengan format kandang-tandang. Pemenang liga ditentukan berdasarkan besaran poin yang klub peroleh dengan rincian menang, draw, kalah, dan selisih gol.

Selain liga domestik, terdapat liga yang mempertemukan para jawara di liga di tiap negara. Di Eropa misalnya, terdapat Champions League (dulu Piala Champions) yang mempertandingkan klub-klub yang menjadi juara setiap tahunnya. Di Asia terdapat AFC Champions League dan di Amerika Latin bernama Copa Libertadores. Semua turnamen memiliki format sama, yaitu penyisihan klub dan sistem gugur dengan laga kandang-tandang.

Klub sepakbola dikelola secara profesional layaknya sebuah perusahaan. Secara umum, struktur perusahaan sepakbola membagi berbagai posisi ke dalam tujuan dan jobdesc yang jelas.

Strata tertinggi berada dalam jajaran direksi yang terdiri dari beberapa pemegang saham sebuah klub. Dari mereka kemudian dipilih satu orang untuk menjadi presiden klub yang mengatur segala keputusan dari dewan direksi. Di bawahnya, baru diisi dengan posisi yang lebih detail dan spesifik seperti kepala kepelatihan, kepala medis, human resource, finance, public relation, hingga petugas kebersihan.

Berikut adalah gambaran hierarki kepengurusan klub sepakbola modern:


Gambaran diatas hanya sebuah gambaran dasar bagaimana sebuah klub sepakbola modern dikelola. Setiap klub pastilah memiliki bermacam-macam struktur perusahaan, tergantung dengan kebutuhan klub dan peraturan liga yang berlaku.

Kemajuan teknologi juga turut membantu perkembangan sepakbola. Penemuan teknologi satelit memungkinkan olahraga ini bisa dinikmati di seluruh dunia. Audiens meningkat pesat. Imbasnya, sponsor turut berdatangan. Konsep iklan pada seragam mulai menjamur pada tahun 1950-an. Saat itu, Austria, Denmark, dan Perancis adalah beberapa negara yang klub sepakbolanya menampilkan sponsor pada jersey mereka. Hal ini dilakukan sebagai upaya memperoleh tambahan pendapatan. Kini, sponsor sangat mudah ditemui di klub-klub papan atas dunia. Beberapa diantaranya bahkan terpajang di running text stadion atau bahkan sepatu yang dipakai pemain.

Tidak hanya itu, klub sepakbola juga mengambil keuntungan dari pengelolaan hak siar. Oleh pelaku sepakbola, dalam hal ini klub sepakbola, hak siar menjadi pemasukan utama.

Dalam hal pendapatan dari hak siar, terdapat level yang berbeda diantara liga-liga sepakbola di Eropa. Banyak hal yang turut mempengaruhi, seperti seberapa berprestasinya klub sepakbola, seberapa ketatnya kompetisi, atau kompetisi yang berisi bintang-bintang sepakbola juga punya andil besar dalam pemasukan hak siar.

Menurut laporan FIFA, Liga Inggris masih memimpin dalam perolehan pendapatan dari hak siar ini. Pada 2019-2022, diperkirakan total pendapatan Premier League mencapai £ 9,2 milliar (sekitar Rp. 160 trilliun) hanya dari hak siar, dengan £ 3,3 milliar didapat dari hak siar internasional. Pendapatan fantastis ini dipengaruhi oleh kepopuleran The Big Six (Manchester United, Liverpool, Arsenal, Chelsea, Manchester City, Totenham Hotspurs) yang memang punya sejarah panjang dan prestasi mentereng di sepakbola Eropa.

Selain kepopuleran The Big Six tadi, faktor tata kelola dan manajemen yang baik menjadi faktor penentu lain. Pengelola penyiaran Premier League memproduksi tayangan eksklusif dengan teknologi terkini. Selain itu, pemasukan dari hak siar ini pun didistribusikan secara merata hingga menguntungkan klub-klub kecil. Dan tak kalah pentingnya adalah tidak adanya sistem monopoli membuat daya tawar Premier League menjadi tinggi. Hal-hal inilah yang tidak ditemukan dalam tata kelola manapun dalam kompetisi sepakbola di dunia.

Hingga sekarang, sepakbola telah menjadi industri olahraga dengan perputaran uang mencapai milyaran dollar setiap tahunnya. Dalam klub sepakbola modern, setidaknya terdapat tujuh sumber pendapatan utama yaitu; (i) Sponsorship (ii) Hak siar televisi (iii) Tiket pertandingan (iv) Subsidi dari asosiasi sepakbola bersangkutan (v) Penjualan apparel dan marchendise (vi) Penjualan pemain dan (vii) Hadiah turnamen.

Perputaran uang yang makin tahun makin besar ini tak lepas dari kapitalisme yang juga dipengaruhi sistem ekonomi global. Banyak klub kecil menjadi besar akibat suntikan dana tak terhingga dari investor. Contoh paling nyata adalah apa yang terjadi dengan Chelsea, Manchester City, dan Paris Saint Germain. Dengan modal luar biasa besar mereka mampu mengontrak pemain bintang, menggajinya dengan nilai selangit, dan memenangi berbagai macam trofi.

Hal ini membuat terjadinya inflasi besar-besaran dalam skala ekonomi olahraga. Gambaran ini terlihat dari harga transfer pemain yang kian meroket. Hingga artikel ini ditulis, rekor penjualan pemain dipegang oleh Neymar yang dibeli Paris Saint Germain oleh FC Barcelona senilai £ 197 Milliar. Dan bukan tidak mungkin di masa mendatang rekor ini akan patah dengan transfer pemain yang semakin meningkat.


Hal yang sama juga terjadi di Liga Super China. Dengan upaya pemerintah China yang menggelorakan “Revolusi sepakbola” investor-investor pun berdatangan. Klub di China mulai berani mendatangkan pemain dan pelatih kelas dunia. Dua klub asal China, Guangzou Evergrande dan Shanghai Senhua mulai mengganggu tim-tim asal Jepang, Korea Selatan, dan Timur tengah yang selama ini mendominasi.

Dalam kacamata olahraga dan ekonomi, inflasi ini punya sisi baik dan buruk. Sisi baiknya, meningkatnya kesejahteraan atlet olahraga khususnya sepakbola, sedangkan sisi buruknya, jika dibiarkan kondisi ini sangat tidak sehat bagi finansial klub dan bukan tidak mungkin membuat klub tersebut collaps atau bangkrut.

Untuk mengatasi masalah ini, pada 2011/2012 UEFA selaku lembaga pengatur sepakbola Eropa menerbitkan regulasi bernama Financial Fair Play (FFP). Financial Fair Play berfungsi untuk mencegah klub sepakbola tenggelam dalam krisis finansial yang mengancam eksistensi klub itu sendiri.

Peraturan FFP cukup sederhana; klub sepakbola dilarang berbelanja pemain diluar kemampuan mereka. Pengeluaran tidak boleh lebih besar daripada pendapatan. Total pendapatan dikurangi total pengeluaran tidak boleh di angka minus. Kalaupun berada di angka minus, UEFA hanya memperbolehkan sebuah klub merugi sebesar € 45 juta (sekitar Rp. 719 milliar) dalam tiga musim atau 15 juta per musim. Pengeluaran tim disini mencakup biaya transfer, gaji pemain dan staf.

Sejak Financial Fair Play diberlakukan di Eropa, kondisi finansial klub-klub semakin “sehat”. Menurut laporan dari laman resmi UEFA, klub-klub divisi teratas Eropa yang berjumlah 718 klub mencatatkan keuntungan bersih senilai € 600 milliar sejak FFP diterapkan pada 2017 lalu.

“Terima kasih kepada Financial Fair Play, kondisi finansial sepakbola eropa lebih sehat dari sebelumnya. Keuntungan senilai € 600 milliar sejak 2017 yang hanya € 1,7 milliar adalah peningkatan yang luar biasa sejak Financial Fair Play diberlakukan. Demikian membuktikan bahwa regulasi ini bekerja dengan baik”, Aleksander Ceferin – President UEFA.

Dengan demikian, industrialisasi dalam sepakbola mengubah penampilan sepakbola dari suatu bentuk permainan (sport) menjadi sebuah lapangan ekonomi baru. Klub sepakbola tak ubahnya sebuah perusahaan yang lebih mementingkan profit daripada prestasi. Ramai-ramai perusahaan menginvenstasikan uangnya ke bisnis sepakbola. Ada banyak motif perusahaan menginvestasikan uangnya. Ada yang murni ingin mencari keuntungan, ada yang ingin mencari ketenaran dan kejayaan, serta ada pula yang melakukannya karena kecintaannya dengan sepakbola.

Namun, sepakbola tetaplah sepakbola. Prestasi selalu berjalan beriringan dengan profit. Semakin banyak prestasi sebuah klub maka semakin besar pula profit yang diperoleh. Masalahnya, prestasi klub sama dengan kondisi ekonomi sekarang; tidak bisa diprediksi.

 

2.  Revolusi Outfit pesepakbola

 

Sama dengan olahraga lain, outfit atau seragam pertandingan sepakbola mengalami perubahan dari masa ke masa.

Kostum sepakbola sudah ada sejak abad ke-19 digunakan untuk membedakan tim yang sedang bertanding di lapangan. Konon, saat itu pemain bola menggunakan kain berbahan wol dengan warna beranekaragam. Seiring berjalannya waktu, kain wol dianggap tidak efisien karena terlalu berat ketika terkena air hujan maupun keringat. Kemudian pada 1950-an, bahan katun dipilih karena lebih ringan dan mudah dibentuk.

Seragam sepakbola kemudian berkembang seiring perkembangan teknologi dan fashion. Di awal millenium ketiga, Kappa (italia) mendobrak tren dengan meluncurkan kostum sepakbola slim-fit pertama. Seri slim-fit ini kemudian di pakai timnas Italia di ajang piala Eropa 2000. Kostum ini lebih menempel pada kulit untuk memudahkan pergerakan dan meminimalisir pemain lawan menarik baju. Tren model slim-fit ini bertahan hingga sekarang.

Bahan pembuatan kostum juga ikut berkembang. Kini kostum dibuat dengan bahan sintesis yang jauh lebih ringan, seperti polyester, dri-fit, dan lycra. Pembuatannya juga mempertimbangkan sirkulasi udara yang baik agar tubuh pemain tetap kering selama pertandingan. Seperti Adidas yang menerapkan Climacool Technology dan Puma yang merilis PWR ACTV.  

Dalam sepakbola modern sekarang ini, fungsi kostum tak lagi sekedar pembeda di lapangan. Kostum dengan warnanya yang beraneka ragam adalah simbol. Saksi bisu dari sejarah panjang, kejayaan, dan jatuh bangun sebuah klub. Bagi pemain dan fans, memakainya adalah suatu kebanggan tersendiri. Inilah yang kemudian membuka lahan bisnis kerjasama klub dengan produsen apparel.

Kostum/jersey juga berfungsi untuk menyampaikan aspirasi dari suatu isu politik maupun sosial. Misalnya saja seperti yang dilakukan klub Rayo Vallecano (Spanyol) dan St. Pauli (Jerman) yang menambahkan garis bermotif pelangi sebagai dukungan mereka terhadap eksistensi LGBT pada kostum.    

Perkembangan pesat sepatu pesepakbola juga tak kalah penting untuk disimak. Benda ini sudah dikenal sejak zaman raja Henry VIII pada 1525. Sepatu yang ada saat itu terbuat dari kulit keras, memiliki tinggi diatas mata kaki, dan bobot yang berat. Tapi sepatu itu sudah dilengkapi Stud/Cleat (semacam paku yang ditanam dibawah sepatu) yang berfungsi untuk menjaga kestabilan pemain diatas rumput yang licin.

Sepatu sepakbola terus berkembang, menyesuaikan peraturan pertandingan dan mempertimbangkan kenyamanan pemain. Perusahaan produsen sepatu pun mulai meramaikan pasar dengan merk dan gaya tersendiri seperti Adidas dan Puma (Jerman), Umbro dan Reebok (Inggris), Diadora (Italia), atau Kelme (Spanyol).

Tantangan dalam pembuatan sepatu sepakbola adalah bagaimana membuat produk menjadi ringan. Inovasi kemudian berlanjut dengan menanamkan chip untuk memonitor pergerakan pemain di lapangan dan dipantau melalui layar smartphone.

Di masa depan, bukan tidak mungkin teknologi sangat berpengaruh. Sepatu sepakbola mungkin akan dibuat bercahaya ketika pemain mencetak gol, atau terdapat semacam notifikasi yang memberitahukan pemain terkena kartu kuning/merah. Atau inovasi pergerakan stud (jarum sepatu) yang beradaptasi dengan kontur tanah lapangan untuk menghindarkan pemain dari terjatuh.

Selain kostum dan sepatu sepakbola, sarung tangan kiper juga tak luput dari sentuhan evolusi. Dulu sarung tangan terbuat dari bahan karet kemudian berganti menggunakan bahan latex yang lebih lentur. Bahan ini membuat bola lebih mudah ditangkap.

Selain itu, sarung tangan kiper modern berfungsi untuk meredam tenaga percepatan bola. Untuk itu, sarung tangan disisipkan bantalan berupa dari sebuah kain bernama “spacer”. Bahan inilah yang membuat sarung tangan kiper cenderung menggembung.

Pada bagian punggung sarung tangan, bahan yang digunakan adalah campuran latex, polyurethane, kain tekstil elastis, dan bahan khusus lainnya untuk memberikan identitas dan fitur tertentu.

Pada dasarnya, lapisan latex di bagian telapak tangan dibuat memanjang ke bawah hingga hampir ke pergelangan tangan. Ini bertujuan untuk memberikan ruang yang lebih lebar untuk mencengkeram bola. Sedangkan sarung tangan terkini tidak hanya dilengkapi latex di bagian luar, tapi juga di bagian dalam yang bersentuhan dengan kulit. Ini berguna untuk mencegah terjadinya slip ketika kiper beraksi.

Dalam sebuah pertandingan sepakbola sekarang, penjaga gawang tidak akan meninggalkan ruang ganti tanpa membawa tiga pasang sarung tangan dan perlengkapan lainnya. Kreasi dan teknologi sarung tangan membantu kiper mengembangkan teknik-teknik dasar dalam menjaga gawang.

 

3.  Perkembangan Strategi dan Formasi

 

Pada zaman sepakbola kuno, strategi dan formasi sama sekali bukan hal penting dalam permainan. Pemain hanya diwajibkan berlari dan menggiring bola ke gawang. Peraturannya pun masih sangat sederhana, tendangan bebas akibat pelanggaran fisik dan lemparan ke dalam pada bola yang keluar dari garis tepi lapangan. Saat itu juga belum diterapkan offside, backpass, dan peraturan dasar lainnya.

Hingga pada 1863, Federasi sepakbola Inggris (FA) menerapkan peraturan offside. Nah, dari sinilah dimulainya kreasi taktik dan strategi dalam sepakbola.

Formasi sepakbola tertua adalah 1-2-7. Skema ini terdiri dari satu bek, dua gelandang, dan tujuh penyerang yang dua diantaranya bisa turun membantu lini tengah. Sementara penyerang di kedua sisi lapangan punya tugas meng-cover serangan lawan dari sisi sayap. Gaya bermain dengan posisi ini mengedepankan umpan-umpan jauh langsung ke kotak penalti lawan, tanpa perlu berlama-lama mengontrol bola. Formasi ini juga menggambarkan betapa dahulu sepakbola menyerang begitu populer.

Formasi 1-2-7 kemudian berkembang menjadi 2-2-6 dan berkembang lagi menjadi 3-2-2-3. Skema ini dipopulerkan oleh Herbert Chapman pada 1925 yang juga dikenal dengan pola “WM”. 3-2-2-3 menjadi formula pertama yang menempatkan pemain belakang dan depan dalam jumlah yang sama. Formasi ini terdiri dari tiga bek (satu bek tengah dan dua fullback), dua gelandang defensif, dua gelandang ofensif (bisa bertransisi jadi penyerang tengah), dan tiga penyerang (dua winger dan satu ujung tombak).

Lewat formasi ini, tim Inggris Arsenal berhasil memenangkan lima gelar divisi teratas dan satu piala FA pada periode 1931 hingga 1939. Timnas Italia menjadi suksesor lainnya dengan memodifikasi 3-2-2-3 menjadi 2-3-2-3 lewat pelatihnya kala itu, Vittorio Pozzo.

Formasi 4-2-4 menjadi tonggak formasi sepakbola modern yang masih eksis hingga kini. Skema ini adalah kombinasi dari keinginan untuk membangun lini depan dan lini belakang yang sama kuatnya.  Pada 1950, skema ini sukses diterapkan Brazil yang membawa Seleccao jadi juara digelaran Piala Dunia 1958 dan 1963.

Varian dari formasi 4-2-4 menghasilkan skema yang tersohor di dunia sepakbola modern; 4-4-2. Formasi ini dianggap strategi yang lebih dinamis karena mengutamakan keseimbangan dalam permainan. Dengan mengandalkan pergerakan pemain di sisi sayap, dua gelandang tengah sebagai pengatur tempo, dan dua striker pembongkar pertahanan lawan. 4-4-2 menjadi skema terpopuler di kalangan pelatih era 90-an. Saking populernya, sebuah majalah olahraga menamai dirinya FourFourTwo sebagai pengejawantahan sepakbola modern.

Perkembangan formasi tak berhenti sampai disitu, adalah Johan Cruyff yang berjasa memperkenalkan 4-3-3 kepada dunia sepakbola. Formasi ini dianggap sangat ofensif dengan menghadirkan tiga striker di lini depan plus tiga gelandang tengah yang punya tugas spesifik. Setelahnya, formulasi skema terus berevolusi dengan terciptanya variannya seperti 4-2-3-1. 4-4-1-1, atau 4-3-2-1.

Seiring dengan perkembangan skema dan formasi, berkembang pula peran dan tugas dari pemain sepakbola. Kini kita telah mengenal istilah False Nine atau penyerang palsu. False nine sejatinya adalah penyerang kedua (second striker/penyerang bayangan) yang bertugas membuka ruang bagi striker maupun pemain lain dalam menciptakan peluang. Seorang false nine dituntut mempunyai skill tingkat tinggi dan bermain fleksibel. Mereka sebisa mungkin bergerak ke segala arah mengikuti pola serangan, memberikan pressure dan memecah konsentrasi lawan.

Selain itu, dalam sepakbola modern terdapat istilah gelandang box-to-box, inverted winger, ball-playing-defender dan sweeper keeper. Gelandang box-to-box adalah gelandang bertipe penyerang dan bertahan dengan transisi dan kecepatan tinggi. Gelandang jenis ini memiliki daya jelajah yang luas dan sentuhan bola yang lebih banyak dibanding pemain lain. Walaupun cukup jarang dan kurang populer, nyatanya gelandang jenis ini dibutuhkan oleh tim sekarang ini.

Inverted winger adalah perkembangan dari tradisional winger. Istilah ini merujuk pada pemain sayap yang menempati sisi lapangan berlawanan dengan kekuatan kaki terbaiknya. Seorang pemain sayap berkaki kidal ditempatkan disisi kanan, sementara pemain berkaki kanan ditempatkan disisi kiri. Dengan pertukaran semacam ini, seorang inverted winger mampu mengkreasikan serangan dengan menggiring bola ke kotak penalti lawan dan melakukan percobaan mencetak gol dengan kaki terkuatnya.

Inilah yang memungkinkan winger di era sekarang memiliki produktivitas gol yang tinggi dibandingkan tradisional winger. Arjen Robben dan Frank Ribery di Bayern Munchen (Jerman) salah satu Inverted winger yang terkenal. Mereka termasuk empat pemain dengan rataan shot per game tertinggi di klub Bayern Munchen (Jerman). Sepanjang musim 2012/2013 Robben mencatatkan angka 4,18 shot per game (tertinggi) sementara Ribery 2,70 shot per game (nomer 4 tertinggi).


Peran pemain bertahan pun mulai berubah. Fungsi bek yang dulu hanya membantu kiper menjaga area pertahanan, kini berkembang lewat adanya peran ball-playing defender. Posisi ini punya fungsi ganda. Selain menjadi stopper, memotong serangan lawan, ball-playing-defender bertugas mengalirkan bola ke depan, baik ketika membangun serangan maupun melakukan serangan balik. Saat ini, ball-playing-defender wajib dimiliki sebuah tim sepakbola.

Posisi kiper juga tak luput dari perkembangan peran dan fungsi. Istilah sweeper keeper kemudian muncul memenuhi kebutuhan sepakbola modern. Sweeper keeper adalah kiper yang mampu memimpin area pertahanan dan aktif berpartisipasi dalam membangun serangan. Tidak jarang seorang sweeper keeper beradu bola dengan pemain lawan.

Atribute seorang sweeper keeper sangat kompleks. Selain memiliki reflek dan kegesitan dalam menangkap bola, dia juga dituntut harus pintar membaca pola serangan lawan, punya skill  kontrol bola dan ketenangan yang baik, serta mampu mengoper bola secara akurat. Saat ini umum dijumpai penjaga gawang berkarakter sweeper keeeper. Mereka harus berperan ganda dengan mengomandoi lini pertahanan.

Atmosfer sepakbola modern selalu menyajikan kompetisi yang ketat dan sengit. Saat ini, pemain rata-rata hanya melakukan sentuhan singkat sebelum dioper kepada kawannya. Klub yang berstatus juara bertahan harus mati-matian mempertahankan gelarnya. Sedangkan, tim underdog seringkali membuat kejutan dengan menaklukan tim-tim besar.

Berbeda rumput lapangan, berbeda pula gaya permainannya. Di Amerika Selatan, pencinta bola sangat familiar dengan sebutan Jogo Bonito. Sebuah seni olah bola indah yang dipoperkan oleh para bintang sepakbola asal Amerika Latin yang merumput di Eropa.

Di tanah Inggris, ada Kick n’ Rush. Sebuah gaya permainan cepat dan keras yang populer pada era 90-an. Kemudian, di negeri pizza Italia, lahir gaya pertahanan grendel bernama Catenaccio. Dan jangan lupakan Total Football ala Belanda, Body Crash dari Afrika, dan Tiki Taka asal Spanyol. Semua itu adalah hasil dari evolusi panjang taktik dan strategi sepakbola modern yang kita kenal sekarang.

 

4.  Penerapan Teknologi dalam Sepakbola

 

Penerapan inovasi teknologi tak bisa dihindarkan dari kehidupan manusia, termasuk olahraga. Namun, dalam sepakbola, penerapan ini mengalami proses yang panjang dan berbelit-belit.

Sepakbola telah kalah jauh dengan olahraga lain dalam hal penerapan teknologi. Teknologi Hawk-Eye, misalnya. Perangkat kamera pemantau pergerakan bola telah lama dipakai dalam olahraga tenis. Hawk-Eye membantu dalam mengetahui pergerakan bola dan membantu wasit dalam mengambil keputusan. Dengan cepat, teknologi ini juga diadopsi oleh olahraga lain, seperti kriket, rugby, dan baseball.

Sepakbola juga terlihat seringkali menerapkan penggunaan teknlogi, namun hanya bersifat non-teknis. Misalnya saja, stadion. Tidak kalah dengan olahraga lain stadion sepakbola di seluruh dunia menerapkan teknologi canggih dan arsitektur modern. Hal ini disebabkan di dunia sepakbola, stadion dianggap tidak hanya sebagai arena bertanding tapi juga tempat sakral yang menjadi saksi bisu perjuangan sebuah tim sepakbola.

Teknologi juga diterapkan dalam sistem kamera dan audio. Saat ini, sebuah stadion sepakbola memiliki puluhan kamera yang mampu mengambil gambar dari sudut manapun. Bahkan, sistem kamera spidercam mampu mengambil gambar dari sudut yang tak bisa diambil kamera konvensional. Sisi audio juga turut jadi perhatian. Dengan penempatan mikorophone di beberapa sudut lapangan, semua keriuhan penonton, teriakan pemain, bahkan suara bola yang ditendang atau membentur gawang mampu terekam dengan baik. Semua teknologi ini dibuat untuk memberikan penonton atmosfer yang sama saat menonton di dalam stadion.

Campur tangan teknologi makin terasa memasuki 2012. IFAB selaku badan yang menentukan rules of the game sepakbola menyetujui penggunaan Goal Line Technology atau teknologi garis gawang. GLT adalah sistem yang memonitor pergerakan bola melewati garis gawang atau belum. Dengan chip yang tertanam dalam bola, tujuh kamera di sudut stadion, serta operator yang mengoperasikannya, GLT telah menjadi indikator keabsahan terjadinya gol.

Penerapan GLT ini terjadi menyusul banyaknya keputusan-keputusan kontroversial wasit yang merugikan tim/timnas sepakbola dalam berbagai ajang pertandingan.

Sejalan dengan penerapan GLT, teknologi kamera terus mengalami perkembangan. Dua tahun kemudian VAR mulai diterapkan. VAR (video Assistant Referee) adalah seperangkat kamera untuk membantu wasit sepakbola dalam menentukan beberapa keputusan dengan menggunakan rekaman video dan headset untuk komunikasi. Sistem VAR digunakan untuk meninjau kejadian di lapangan, termasuk gol, keputusan penalti, kartu merah, dan identifikasi pemain yang melakukan pelanggaran.

Setelah melalui tarik ulur dan perdebatan panjang, VAR mulai diterapkan di liga-liga domestik dan internasional. Penerapan dua teknologi ini tidak hanya membantu wasit dalam mengambil keputusan tapi juga membuat kualitas pertandingan menjadi lebih sportif.

Tidak hanya di lapangan, klub sepakbola saat ini sudah mengadopsi Sport Science seperti yang dilakukan cabang olahraga lain. Sport Science adalah penerapan ilmu dan prinsip ilmiah untuk mengembangkan potensi dan teknik. Secara umum, terdapat tiga disiplin ilmu dalam sport science yaitu, fisiologi, psikologi, dan biomekanika.

Fisiologi atau ilmu fisik dalam sepakbola mempelajari bagaimana atlet dalam merespon dan beradaptasi dalam latihan yang diterima, mengidentifikasikan kelebihan/kelemahan dalam dribling, passing, shooting, dan mengembangkan teknik-teknik pelatihan. Fisiologi juga mencakup pola konsumsi. Berapa nutrisi dan kalori yang dibutuhkan dalam atlet sepakbola. Selain itu, fisiologi juga memperhatikan kesehatan dan cidera atlet.

Ilmu psikologi dalam Sport Science mempelajari kondisi psikis dan mental atlet. Bidang ini lebih concern mengenai hubungan antar pemain, hubungan pemain dengan ofisial, pemain yang sering dibangku-cadangkan, striker yang tidak lagi produktif mencetak gol, kiper yang sering melakukan blunder, kejenuhan saat berlatih, masalah gaji, dan lain lain.

Sedangkan, ilmu biomekanika lebih berkaitan dengan mekanika gerakan tubuh atlet. Bidang ini mengidentifikasi teknik-teknik dalam olah bola dan digunakan untuk pengembangan pola latihan beserta peralatan latihannya.

Dan seperti yang terlihat, karena bersifat multi-disiplin, sport science tidak hanya melibatkan dokter, tapi juga fisioterapis, psikiater, dan bahkan ahli gizi untuk membantu perkembangan atlet sepakbola.

Untuk menunjang keberhasilan Sport Science ini, perlu juga data statistik sebagai tolak ukur kemampuan pemain. Statistik ini berperan penting dalam keputusan tim dalam setiap pertandingan. Pembagian stats statistik dalam sepakbola juga berbeda tergantung dengan posisi pemain di lapangan. Misalnya pemain gelandang memiliki statistik berapa jumlah assist (umpan menjadi gol), seberapa jauh dirinya mendrible bola, berapa tekel sukses, berapa akurat umpang jarak pendek dan jauh, serta berapa kali penampilannya dalam satu musim.

Tidak hanya tentang pemain, kini statistik juga digunakan dalam menganalisis sebuah pertandingan. Hal ini juga menginspirasi lahirnya situs penyedia statistik seperti WhoScored, Statszone, dan LabBola. Semua informasi itu kini bisa didapatkan hanya dengan smartphone. Dalam sepakbola modern, statistik tidak hanya digunakan oleh pelatih, namun juga fans, pundit, media olahraga, scout, dan bahkan pemain.

Nah, dari ulasan saya diatas, penerapan teknologi dalam sepakbola tidak hanya meningkatkan kualitas pertandingan tapi juga mengubah wajah sepakbola. Kesimpulannya, penerapan teknologi dalam sepakbola, meliputi (i) menganalisa pertandingan untuk membantu pelatih dalam memberikan feedback kepada pemain, (ii) meningkatkan keakuratan dalam hal-hal yang terjadi di lapangan untuk menghindarkan argumentasi dan ketidakadilan, (iii) membantu wasit dalam menentukan keputusan yang adil (iv) membantu meningkatkan inovasi alat-alat olahraga dan training, dan (v) menyediakan pengalaman menonton yang lebih baik bagi penikmat sepakbola.

Perkembangan teknologi yang tiada berakhir juga jadi faktor yang berpengaruh di era sepakbola modern. Bukan tidak mungkin, gambaran sepakbola akan sangat berbeda dalam 10, 20, atau bahkan 60 tahun dari sekarang. Baik dari segi permainan maupun pengalaman menonton sepakbola.

Baru-baru ini, sebuah studi dilakukan HTC dalam Futurizon yang melakukan prediksi berjudul “Sepakbola Masa Depan”. Perusahaan elektronik asal ini memberikan laporan tentang gambaran teknologi yang akan mengubah wajah sepakbola dalam 60 tahun ke depan.

Dalam laporannya, diprediksi pada 2030 nanti diciptakan kamera berbentuk serangga yang memberikan pandangan pihak-pertama kepada penonton. Lalu pada tahun 2035, ditemukan semacam sensor yang memberikan data mengenai kesehatan dan psikologis pemain yang sedang bertanding kepada pelatih secara real-time, dan pada tahun 2050, penonton akan mengenakan kostum ber-sensor sehingga mereka merasakan sensasi yang sama dirasakan oleh pemain di atas lapangan. Keren!!

Selain segala sentuhan teknologi sepakbola ini, penikmat sepakbola sudah lebih dulu dimanjakan dengan adanya gim sepakbola. Dalam gim, penikmat bola akan lebih bisa berkreasi dengan menjadi pemain, mengikuti turnamen, dan mengelola sebuah tim sepakbola. Sejauh ini, terdapat dua gim yang sudah sangat terkenal di kalangan penikmat sepakbola, yaitu Pro Evolution Soccer (Konami) dan FIFA (Electronic Arts).

Dan demikianlah sejarah singkat bagaimana sepakbola berkembang hingga menjadi seperti yang kita kenal sekarang.

Sepakbola bukan lagi sekedar olahraga. Kini sepakbola sudah menjadi entitas ekonomi, kultural, dan sosial yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Bahkan, di Amerika Latin, sepakbola begitu dipuja hingga seperti menjadi agama kedua bagi mereka. Para pemain dianggap nabi yang memberikan ajaran berupa kisah dan legenda yang bertahan hingga seribu tahun.

Sedangkan di belahan dunia lain, sepakbola adalah tempat yang memberikan jutaan orang pekerjaan. Semua orang yang terlibat dalam sepakbola, seperti pelatih, pundit, anak gawang, scout, bandar judi, wartawan, pedagang aksesori, youtuber, gamer, bahkan petugas kebersihan menggantungkan hidupnya pada sepakbola.

Pemain sepakbola juga profesi yang paling diidamkan manusia di planet ini. Kepopuleran mereka mengalahkan aktor film atau penyanyi terkenal. Kekayaan mereka mengalahkan seorang kepala negara. Bahkan, kehidupan pribadi mereka ikut menjadi perhatian serta gaya berpakaian sehari-hari mereka ikut mempengaruhi tren fashion dunia.

Sepakbola modern juga mulai menyuarakan kesetaraan gender. Di Iran dan Arab Saudi hukum pelarangan wanita memasuki dan menonton pertandingan olahraga telah dicabut pada 2019. Pencabutan ini tak lepas dari usaha FIFA dan aktivis Hak Asasi Manusia yang mendesak otoritas sepakbola mengizinkan kaum perempuan menonton langsung pertandingan di stadion. Lebih dari itu, kini liga domestik dan liga internasional wanita semakin sering diadakan. Tim-tim sepakbola juga memiliki tim sepakbola wanita yang rutin mengikuti turnamen domestik.

Benua Eropa mungkin bukan tempat lahirnya sepakbola, namun disinilah tepat berkembang sepakbola modern. Perputaran uang yang demikian deras membantu meningkatkan kualitas sepakbola mereka. Dari uang itu mereka membangun stadion megah, fasilitas latihan mewah, pusat pengembangan fisik dan nutrisi, pusat database atlet, pengembangan teknologi baru, dan lain-lain. Sepakbola Eropa adalah rujukan dari pengelolaan sepakbola modern bagi sepakbola di benua lain.  

Tantangan Sepakbola Modern

Ditengah glamour-nya sepakbola modern, olahraga ini juga memiliki permasalahan serius yang menunggu untuk segera diatasi.

Pertama, ancaman korupsi dan pengaturan skor.  Pada mei 2015, terjadi penangkapan oleh beberapa pejabat FIFA di Zurich, Swiss. Penangkapan ini buntut dari penyelidikan Biro Investigasi Federal Amerika (FBI) atas dugaan suap, penipuan transfer, pemerasan, dan pencucian uang. Melalui serangkaian pengadilan, belasan pejabat penting ditetapkan sebagai tersangka, termasuk ketua federasi CONCACAF dan presiden FIFA saat itu, Sepp Bletter.

Padahal, sebelumnya sepakbola sudah menorehkan tinta hitam-nya. Kita lihat bagaimana skandal pengaturan skor terjadi di Italia musim 2004/2005. Skandal yang lebih dikenal sebagai calciopoli itu melibatkan tim-tim besar Italia seperti Juventus, AC Milan, Lazio dan Fiorentina. Setelah pengusutan, calciopoli terjadi karena keterlibatan perjudian. Calciopoli membuat bintang-bintang sepakbola hengkang dan membuat seria A terpuruk hingga kini.

Dua kejadian diatas membuktikan bahwa bisnis dengan perputaran uang triliyunan dollar seperti sepakbola sangat rawan tindak korupsi. Korupsi ini terjadi karena tidak adanya transparansi anggaran dan lemahnya pengawasan. Bukan tidak mungkin, korupsi dan pengaturan skor seperti ini akan terulang di kemudian hari dan merupakan ancaman nyata bagi sepakbola modern di masa mendatang.

Selain skalndal korupsi dan pengaturan skor, pengaruh politik juga menjadi ancaman serius sepakbola. Di sejumlah negara, sepakbola dan politik mampu berjalan beriringan. Kepopuleran sepakbola bisa menjadi alat pendulang suara yang ampuh bagi partai. Belum lagi perputaran uang yang demikian banyak dari hak siar dan pajak. Oleh karena itu, FIFA membuat aturan tegas tentang larangan intervensi pemerintah dalam bentuk apapun dalam pengelolaan sepakbola di sebuah negara.

Namun, larangan ini seringkali dilanggar oleh beberapa negara. Indonesia pernah mengalaminya pada yang berujung sanksi FIFA selama. Selain Indonesia, pelanggaran juga terjadi di banyak negara seperti Inggris, Yunani, Nigeria, Irak, Kuwait, Tunisia, Brunnai Darussalam, dan Peru.

Sepakbola memang tidak akan terbentuk oleh campur tangan pemerintah, namun dengan campur tangan pemerintah juga sepakbola takkan bisa berkembang.

Kedua, adalah ancaman rasisme. Rasisme memang menjadi momok menakutkan bagi dunia olahraga, termasuk sepakbola. Eksistensinya memang sudah ada sejak sepakbola bergulir dan semakin sering terjadi. Korban rasisme sebagian besar adalah pesepakbola berkulit hitam yang merumput di liga-liga Eropa. Mereka mendapat ejekan, yel-yel, bahkan lemparan pisang dari suporter di stadion, beberapa diantaranya mampu menghadapi tekanan namun tak sedikit juga yang pergi meninggalkan lapangan.

 

Selama ini FIFA memang tidak tinggal diam. Mereka membentuk dalam upaya memerangi rasisme. Spanduk bertuliskan “Say No to Racism” juga seringkali terbentang sebelum pertandingan. Namun, upaya ini tak sertamerta menurunkan tingkat rasisme yang terjadi.

 

Ketiga adalah doping. Walaupun jarang terjadi, penggunaan zat terlarang penambah stamina menjadi ancaman sepakbola modern. Persaingan yang ketat, target yang tinggi, dan keinginan besar untuk menang membuat atlet memilih jalan pintas dengan mengonsumsi doping. Selain membuat pertandingan sepakbola menjadi tidak fair, penggunaan doping juga berbahaya bagi kesehatan pesepakbola. Ditengah kompetisi yang semakin ketat, bukan tidak mungkin doping menjadi ancaman bagi sepakbola modern di masa datang.

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar