Senin, 28 November 2016

Re-written My Dream



*Bersihin sarang laba-laba…*

Huft… enggak kerasa sudah genap sepuluh bulan blog ini terbengkalai dengan sadisnya. Jika diumpamakan binatang peliharaan sih… pasti blog ini bakal pergi meninggalkan majikannya karena sudah sepuluh bulan enggak dikasih makan!!

Kejem banget ya majikannya? Iya emang…

Tapi pasti ada alasannya dong kenapa sampai selama itu blog ini terbengkalai? Enggak lain dan enggak bukan adalah karena sang empunya blog sedang bersemedi di kaki gunung Semeru untuk meningkatkan jurus rawaronteknya. Eheheheh.. Becanda ding! Karena admin blog ini sedang menjalani dunia yang masih baru baginya yaitu “dunia kerja”. Alhamdulilaahh…

Toh enggak semuanya pekerjaan yang kita jalani berjalan mulus. Ada kalanya kita dihadapkan dengan pekerjaan yang kurang sesuai atau tak cocok dengan passion kita. Pekerjaan yang justru malah membuat kita tertekan dan tidak menikmatinya seperti kebanyakan orang normal lainnya. Hal inilah juga yang aku alami ketika baru pertama kali mencicipi dunia kerja.

Nah, dipostingan kali ini saya ingin membagikan pengalaman perihal pekerjaan pertama yang penuh lika-liku, keringat, dan derai air mata.

It’s gonna be a long story, dude, so segera pakai sabuk pengamanmu dan duduk dengan tenang.


Bagiku, pergi ke jobfair itu ibarat pergi ke hutan untuk menangkap babi liar dengan perangkap. Seberapapun banyaknya perangkap yang kita pasang, paling hanya 1-2 perangkap yang mengenai sasaran. Samaan nih dengan kejadian di Jobfair Pekalongan, januari 2016 kemarin. Dari lima lamaran, hanya ada dua panggilan untuk interview kerja. Alhamdulilah… dari situ aku paham bagaimana susahnya cari kerja!

Singkat cerita, setelah mengikut tes wawancara dan psikotest, akhirnya aku mendapat kabar penerimaanku sebagai calon karyawan baru di PT. CBA Chemical Industry dan diwajibkan untuk mengikuti training selama 2 bulan di Bogor, Jawa Barat. Karena waktu yang sedemikian mepet, aku langsung packing dan bersiap untuk berangkat, tanpa tahu latar belakang pekerjaannya apa.

Hingga saat perjalanan, tak ada yang tahu apa itu CBA. Prasangka jelek trus membayangiku. Jangan-jangan perusahaan bergerak di bidang jual beli organ tubuh manusia? Atau jangan-jangan aku bakal dipekerjakan di café buat ngelayanin om-om? Duh, sampai sini aku sempat bergidik ngeri. Karena pihak perusahaan memang minim sekali member penjelasan tentang jobdesc dan training yang nanti bakal dijalani.

Dengan segenap hati dan berbekal kemauan yang kuat, aku berusaha memantapkan diri untuk berangkat sendiri. Karena jujur, inilah saat yang aku tunggu-tunggu. Saat dimana aku bisa merasakan betapa kerasnya dunia, mengenal hal-hal baru, dan bertemu dengan teman baru pula. Maka malamnya berangkatlah aku dengan travel, diiringi dengan restu orang tua tentunya…

Perjalanan travel dengan kondisi sarat penumpang memang selalu sukses bikin pusing kepala. Setelah diguncang-guncangkan selama delapan jam tanpa prikemanusiaan, kami ber-19 akhirnya tiba di kantor pusat CBA. Oh ya, kami ber-19 berasal dari empat kota yang berbeda, Indramayu, Cirebon, Pekalongan, dan  Yogyakarta.


Nah, dari briefing yang diberikan para dedengkot perusahaan, aku jadi tahu ternyata CBA adalah perusahaan yang bergerak di bidang pertanian. Menjual pestisida, sprayer, benih, dan mulsa (semacam plastik untuk mencegah pertumbuhan gulma). Dan trainee yang berjumlah 19 (yang semuanya laki-laki) inilah yang nantinya bertugas untuk menjual produk pertanian ini kepada petani. Uniknya, tidak ada satupun dari kami yang berlatar belakang pendidikan pertanian. Nah loo…

Brifing selesai menjelang malam dan malam itu juga kami dibawa ke bangunan dua lantai yang berlokasi di Babakan Madang, Sentul, Bogor. Di bangunan inilah rencanya kami bakal digojlok selama dua bulan full. Untungnya sih semua akomodasi ditanggung dan kami dapat uang saku satu juta perbulan.


Jangan ditanya deh tentang fasilitas yang ada di gedung ini. Jelek-jelek gedung ini memiliki kamar mewah dengan fasilitas hotel bintang lima, makanan yang dimasak dengan chef sekelurahan diundang khusus untuk melayani kami semua. Hebat kan…


Menjalani kehidupan di mess memang seneng seneng susah. Senengnya saya dapat banyak teman dari berbagai kota, dapat banyak pengalaman dan pengetahuan tentang dunia pertanian, dan bisa jalan-jalan keliling Bogor. Susahnya sih, kita menjalani kegiatan dengan gaya semi-militer disini. Mulai dari bangun pagi kami disuruh mentor untuk lari pagi, push-up 20 kali, dan ditutup dengan apel pagi. Siangnya, kami dicekoki dengan materi tentang produk knowledge, negotiaton skill, marketing skill, de el el, dan dilanjut dengan materi tentang motivasi hingga tengah malam. Otomatis kami hanya diberi kesempatan istirahat yang mepet. Parahnya, semua ini berlangsung selama dua bulan penuh, kecuali untuk hari minggu yang kami gunakan untuk istirahat total.


Kenapa saya bilang “absurd” atau tak masuk akal? Karena hampr semua materi nantinya tidak kami gunakan selama pekerjaan kami di lapangan. Materi yang kami dapat malah lebih mengarah ke pelatihan “satpam” daripada seorang marketing. Usut punya usut, ternyata HRD sini belum pernah mengadakan training sebelumnya. Oalaah, pantas saja jadwal training aneh gini.

Hidup dua bulan dalam ruangan tanpa sekat bikin kami merasa bukan lagi seperti teman, tapi lebih sebagai saudara. Susah senang kami alami bersama. Kami juga jadi tahu bagaimana karakter satu sama lain. Ada tukang ngorok, ada tukang kentut, ada tukang nyolongin korek api buat udud, ada juga yang hobi ngumpetin celana dalam, komplit deh pokoknya.

Toh biar bagaimanapun kami menjunjung solidaritas yang tinggi. Bila ada satu teman kami yang kena masalah, kami semua kompak untuk membelanya mati matian di depan pengurus Training Center. Semua rasa persaudaraan ini sih terpupuk karena kami sadar bahwa kami memiliki satu tujuan yang sama yaitu sama-sama “mencari kerja”. Karenanya, tak ada istilah untuk saling sikut. Apalagi kami merasa masih bau kencur dalam dunia kerja.

Bersama mereka, dua bulan berlalu tanpa terasa. Hingga hari penempatan kerja-pun tiba. Tak bisa dibayangkan kegalauan kami pada saat itu, karena keputusan pengurus TC ini bakal menentukan sukses tidaknya kami berjualan dan memenuhi target nantinya. Buat kalian yang belum tahu, penjualan pestisida berbeda di tiap daerahnya. Penjualan pestiseida terbesar justru ada di luar jawa daripada di jawa sendiri. Denger denger sih karena di jawa kompetitor merajai pemasaran daripada produk yang nanti kami pasarkan.

Duh gusti… ternyata malam itu memang saya lagi apes. Saya mendapatkan penempatan di Malang, Jawa Timur. Sedang teman-teman yang lain terpisah jauh di luar jawa, seperti Medan, Aceh, Banjarmasin, Palembang, atau Sampit. Ya sudahlah, rezeki sudah ada yang mengatur. Setelah packing dan briefing singkat, kami diantar supir untuk menuju stasiun menuju Malang.

Malang memang kota baru buatku. Kota yang diapit gunung semeru dan gunung Arjuna ini memang begitu menarik. Karena itu, hal yang pertama kali terlintas dipikiranku saat pertama kali di Malang adalah;

“Bisa jalan-jalan ke mana aja nih?” Hehehe… jiwa nge-bolang sedang kumat sepertinya.

Kantor CBA cabang Malang tidak seperti yang aku bayangkan sebelumnya. Tidak ada papan bergambar logo CBA di dekat pagar. Tidak ada orang bekerja di kantoran. Yang ada hanya kesibukan bongkar muat barang di gudang.



Perkenalan dengan sang kacab berlangsung singkat dan untuk mengawali perkerjaan aku diperintahkan untuk beradaptasi dengan wilayah kerja, menghapal jalan, mendata kios kios pertanian yang berhasil dijumpai, dan mencari kost-kostan yang berdekatan dengan kontor.

Bagian terakhir ini nih yang seru. Kebetulan kantor berdekatan dengan kampus ITN (Institute Teknologi Nasional) Malang jadi tak terlalu sulit untuk mencari kost murah meriah.

Hari pertama kerja, aku nurut apa yang diperintahkan kacab. Jalan keliling Malang menghapal jalan, mendata persebaran kios kios pertanian, dan bertemu dengan petani. wilayah ini meliputi Poncokusumo, Wajak, dan. Wilayah di lereng gunung bromo yang terkenal penghasil holtikultura.


Dan ternyata tak semulus harapan…

Dari lapangan aku mendapatkan pengalaman nyata dibanding pengalaman maya di training dua bulan kemarin. Dari lapangan juga aku jadi tahu bahwa CBA ternyata hanya brand obat pertanian kelas dua. Kalah kelas jika dibanding produk kompetitor. Bisa dibayangkan betapa susahnya menjual produk ini kepada para petani. Apalagi petani kebanyakan bersifat fanatik terhadap satu merk tertentu saja.

Dikejar target dan laporan bertubi-tubi nikin stress juga. Untuk melepas tekanan kerja, hari minggu pagi, aku memutuskan untuk nge-bolang bareng teman satu kost ke Bromo. Kami melewati jalur Poncokusumo menuju Bromo, melewati jalan cadas berpasir, dan disuguhkan pemandangan spektakuler dari puncak Bromo. Yap, itulah pertama kalinya aku menjejakkan kaki di Bromo.





Eits… jalan-jalan terus, kerjaannya gimana nih?

Seperti yang kalian tebak; GAGAL TOTAL. Nilai penjualanku berada diposisi paling buncit jika dibanding teman-temanku. Ketentuan yang tertulis sudah jelas bahwa “jika trainee tidak mencapai target maka dinyatakan tidak lulus”. Yang lebih menyakitkan, pihak TC tidak mau peduli tentang kendala yang saya alami di lapangan. Oke… sampai disini saya bisa menerima. Toh, setelah berpikir ulang, pekerjaan ini tak sesuai dengan minat dan bakat saya.

Tepat tiga bulan di Malang, kami ber-19 dipanggil kembali ke pusat training di Bogor. Diminta mem-presentasikan segala pengalaman kami dilapangan, menjelaskan kendala-kendala yang kami hadapi, dan menunjukan nilai penjualan. Aku terlihat berbeda dengan teman lain karena penjualanku yang sangat kecil. Dari 19 orang, 5 diantaranya gugur karena nilai penjualan yang tak mencapai target. Kami berlima pun dipastikan gugur dalam program supervisor ini dan dipulangkan.

Jujur, tak ada perasaan sakit hati karena kegagalan mendapatkan pekerjaan ini. Apalagi aku sadar aku tak cocok dengan pangkat seorang supervisor. Yang membuat aku berat adalah menghadapi kenyataan bahwa aku meninggalkan perusaahan ini, tempat dimana pertama kalinya aku belajar tentang dunia kerja, mendapat banyak kenalan dan pengalaman, dan merasakaan tekanan kerja yang sesungguhnya. Ini point yang membuat aku kecewa…

Tak ada penyesalan setelah aku menjalani hampir delapan bulan dengan perusahaan ini. Toh, aku mendapat banyak sekali pengalaman yang pasti berguna untuk menhadapi dunia kerja baru kelak. Saya malah berasa “berhutang” karena meninggalkannya tanpa memberikan “sesuatu” kepada perusahaan.

But, the show must go on…

Aku harus terus move-on dengan melupakan semua itu dan mencari pekerjaan baru. Masih terbayang ketika dengan asyiknya kami, para calon supervisor, mengobrol dan bercanda sambil menyeruput kopi. Ditemanii dinginnya cuaca kota Bogor yang kadang berkabut. Ah, sulit bagiku untuk mendapatkan kehangatan itu kembali. Semuanya hanya sekelebatan ingatan yang terselip dalam otakku.

Sekian dulu cerita tentang pengalaman kerja pertama ini. Masih banyak lagi yang kudu disiapkan. Mumpung masih muda, tak ada kata menyerah setelah mengalami kegagalan. Yang ada aku harus kembali untuk menulis lagi daftar mimpiku yang sempat pudar. Sebelum rasa putus asa itu menguasai pikiranku.



17 Oktober 2016




Tidak ada komentar:

Posting Komentar