“Pergi kamu sana!!”, hardikku kasar kepada rindu.
Namun, kamu hanya menatapku sambil tersenyum kecil.
Aku marah, hampir setiap hari kau selalu mengikutiku. Membuntuti kemanapun aku
pergi. Di rumah, di taman, di gereja, dan sekarang di kampus? Kurang ajar. Ini
bukan tempat yang tepat untukmu datang, bukan?
“Pergi sana!” teriakku lagi.
Tapi kali ini dengan mata melotot dan dahi yang
mengkerut. Melihat ekspresi galakku, sepertinya kamu mengerti dan memutuskan
untuk mundur perlahan. Aku tersenyum puas. Huh, akhirnya sadar juga, pikirku.
Aku setengah berlari menuju kelasku. Hari ini ada
kuiiah Semantics. Mata kuliah dimana
dosennya sangat membenci mahasiswa yang datang terlambat. Bahkan, seorang anak
rektorpun sepertinya dilarang masuk ke kelas jika terlambat. Aku terus berlari
menyusuri lorong lorong kampus. Cuek dengan suara suara yang memanggil namaku.
Dan kali ini aku beruntung karena pintu kelas yang masih terbuka lebar.
Di kantin, aku menceritakan semuanya kepada Ossy,
sahabatku. Tentang rindu yang selalu mengikutiku. Tentang sikap kasarku setiap
kali dia datang. Tentang semuanya.