Selasa, 24 Oktober 2017

Jomblophobia



“Sandal aja punya pasangan, masak kamu enggak?”
“Truk aja gandengan, masak kamu enggak?”
“Kota aja Samarinda, hla kamu sama siapa?”

Kira kira seperti ini bunyi meme yang berseliweran di media sosial. Ehm… lucu sih tapi menohok! Apalagi bagi kaum jomblo (dalam hal ini remaja yang belum punya pacar, HTS, hingga korban digantungin). Entah bagaimana tanggapa jomblowan dan jomblowati di luar sana. Diantara mereka pasti ada yang mewek, sedih, baper, frustasi, hingga bunuh diri. Tapi dari sini terbersit pemikiran saya bahwa remaja Indonesia itu kian takut berstatus seorang jomblo. Hmm…

Kehidupan remaja memang tak bisa dipisahkan dengan yang namanya cinta dan percintaan. Semua terasa indah jika berbahas tentang cinta. Bahkan, Kahlil Gibran, penyair terkenal itu, melukiskan bahwa cinta adalah nyala yang berkobar dalam hati manusia dan akan berjalan terus menuju keabadian. Ciee… yang lagi jatuh cinta!

Kahlil Gibran memang tidak salah menafsirkan keduanya. Dulu, waktu saya es em pe, bahasan tentang cinta masih dianggap tabu dan malu malu. Jika kita naksir seseorang misalnya, cuma sebatas titip salam, flirting, hingga ketemu malu malu dibawah pohon jambu. Itu dulu, zaman dimana Cinta masih gengsi bilang suka sama Rangga, zaman dimana Rara Jonggrang minta dibuatin seribu candi sama Bandung Bondowoso (Ups! Ini ketuaan!). Hla sekarang? Zaman ganteng ganteng serigala, mblo! Anak es em pe aja punya pacar, masak kamu yang tua enggak? Jleebbb!

Duh.. mbloo nasibmu! 

 
Lagian, emang enak jadi jomblo? Ketika malem minggu, saat dimana teman temannya asyik berboncengan mesra naik sepeda motor, berselfie ria sampai batre hengpon-nya lowbat. Eh, si jomblo malah asyik ngedekem dirumah. Sambil gigit gigit ujung bantal. Puncak puncaknya, pergi ke WC terdekat untuk bolongin sabun.

Dalam kacamata iseng saya, jomblo sendiri dibagi menjadi beberapa tahapan. Dimana semakin tinggi tingkatanya semakin besar juga tingkat penderitaan yang harus ditanggung si jomblo tadi. ini nih kira kira gambarannya…


Level
kejombloan

Masa inkubasi
Gejala gejala
Cara penanganan



Stadium 1





1-4 bulan
Pusing, sakit kepala, bibir pecah pecah, sakit di ulu hati, baper, makan dan tidur tidak teratur, kurang gairah, bad mood
Konsultasikan ke psikolog terdekat, usahakan untuk selalu berada bersama orang orang terdekat untuk sekedar curhat


Stadium II


4-5 bulan
Sakit kepala, sariawan, bibir pecah pecah, mudah emosi, baper, kurang makan dan tidur, masuk angin, insomnia
Konsultasikan ke psikolog terdekat, konsumsi beberapa butir aspirin, obat tidur, dan obat penambah nafsu makan, hindari pertemuan dengan mantan.



Stadium III



6-10 bulan
Vertigo, sariawan, bibir pecah pecah, baper parah, insomnia, skizofrenia (suka berbicara sendiri), maag kronis, gejala awal impotensi
Konsultasikan ke psikolog terdekat, usahakan untuk selalu berada bersama orang terdekat untuk menghindari hal hal yang tidak diinginkan



Stadium IV



>! tahun


Vertigo parah, sariawan, insomnia, skizorenia, ejakulasi dini, lemah syahwat (untuk pria)
Pasien dianjurkan untuk dirawat di panti jomblo untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut
Ket: Panti jomblo adalah pusat rehabilitasi bagi jomblo stadium akhir. Untuk menjaga identitas pasien lokasi panti jomblo sangat dirahasiakan.

Begini kira kira tingkatan jomblo berdasarkan kadar penderitaannya. Agak berlebihan memang tapi cukup untuk menggambarkan kepedihan jomblo zaman sekarang.

Nah, dari ilustrasi diatas ketahuan kan berapa sengsaranya menjadi seorang jomblo. Enggak heran jika anak zaman sekarang sangat menghindari predikat jomblo ini. Mereka rela untuk mendaki gunung lewati lembah demi mendapatkan sang pujaan hati. Ketakutan yang berlebihan ini yang kemudian saya sebut sebagai jomblophobia.


Bagi remaja kebanyakan, status jomblo dianggap tak ubahnya sebagai penyakit. Aib yang harus dihindari sejauh mungkin. Yang jika dilanggar akan terkena sanksi sosial. Jika kamu sekarang jomblo misalnya, bersiaplah untuk dicap sebagai remaja katrok, udik, ndeso, enggak gaul, enggak kekinian, kampungan, ketinggalan zaman, yang ujung ujungnya bikin kamu minder dihadapan teman teman.

Tekanan sosial ini yang kemudian menjadi titik awal munculnya jomblophobia. Isi otak mereka telah terdoktrin bahwa: “Memiliki pacar adalah puncak dari status sosial anak kekinian”. Tentu saja, dengan labilnya emosi mereka, ditambah pengaruh lingkungan tadi, mereka menelan mentah mentah semua anggapan ini. tekanan sosial bisa berupa komentar nyinyir dari teman dekat hingga dari media sosial seperti meme meme tadi.

Ups… disini saya tidak melarang kalian untuk pacaran sama sekali. Toh, dibalik stempel buruk tentang pacaran masih ada ‘gaya pacaran sehat’ yang berujung pada pernikahan. Disini saya justru menyoroti jomblophobia usia dini yang menyerang anak anak di bawah umur!

Baru baru ini warganet dihebohkan dengan beredarnya foto foto mesra dua onggok muda mudi bau kencur. Saking mesranya, foto ini sepertinya mampu menyaingi foto priwet-nya Raisa dan Hamish Daud yang sebentar lagi mau nikah itu. Tapi, boro boro bikin baper, foto foto sableng ini malah bikin warganet miris, sedih, sampai meneteskan air ketuban.

Source: Instagram

Source: Instagram

Nah, itu. Itu satu kasus jomblophobia yang berhasil terekspos media. Ini baru satu kasus. Diluar sana mungkin masih banyak kasus serupa yang tidak terekspos.

Jadi jangan heran jika jomblophobia juga berdampak pada perilaku perilaku negatif remaja. Misalnya saja seks bebas, pernikahan usia dini, hingga mengarah ke tindak kriminal seperti aborsi. Menyedihkan, bukan? Kalau sudah begini siapa yang harus disalahkan? Sinetron Indonesia yang tidak mendidik’kah? Sosial media ‘kah? Atau orang tua yang tidak mampu mengawasi anak anaknya?

Menurut analisis ilmiahku (enggak ilmiah ilmiah banget sih…) cara pandang remaja terhadap jomblo inilah yang harus segera dibenahi. Bahkan predikat jomblo tidak sehina dan semenyakitkan seperti yang mereka kira selaman ini.

Jomblo adalah suatu proses kehidupan

‘Tul, banget! Jomblo adalah suatu proses dalam hidup. Kumpulan dari banyak proses malah. Mulai dari proses pendewasaan diri, proses meraih kesuksesan, proses mendapatkan pasangan hidup, dan seabreg poses lainnya. Tak ada seorangpun manusia yang bisa menghindari semua proses ini. Dan, tentu saja, proses ini membutuhkan kesabaran ekstra dari kamu sang pemilik hati.

Coba, saya ingin menanyakan satu hal ke kamu semua. Adakah di dunia ini, bayi yang baru lahir langsung mendapat pasangan hidup? Tentu tidak ada, kan?

Bayi lucu itu harus melewati serangkaian proses kehidupan. Mulai dari proses tumbuh kembang, proses bersosialisasi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitar. Pun ketika sudah menginjak remaja dan mulai mengenal yang namanya cinta. Bayi itu tiak langsung mendapatkan pasangan. Masih ada sekelumit proses yang harus dijalani seperti proses kenalan – pacaran – putus – jomblo – kenalan lagi, dan seterusnya hingga mendapatkan pasangan ideal untuk hidup bersama. Bayi lucu itu kamu, ya kamu yang lagi baca tulisan ini. dan kamu tidak bisa menyangkalnya karena sudah digariskan olehNya.

Lihat, kan? Betapa jomblo hanyalah satu dari banyaknya proses dalam hidup. Jika hanya satu proses, kenapa harus diseriusin?

Kalian boleh dengan si A hari ini, tapi siapa yang menjamin jika si A tadi bakal jadi pasangan hidup kalian di pelaminan nanti? Tidak ada! Karena jodoh adalah rahasia Tuhan. Maka, jika kalian sekarang jomblo jananlah frustasi apalagi bunuh diri. Toh, pacaran itu enggak seenak, enggak seindah, dan enggak seunyu yang kalian pikirin kok. Wong kalo pacaran masih maintain duit masih sama mamih papih kok. Terus enaknya itu dimana?!

Ada cerita lucu yang membuat saya iri setengah mati terhadap makhluk bernama jomblo ini. ceritanya saat saat saya kuliah dulu, saya punya teman satu fakultas tapi beda jurusan. Uniknya, dia adalah satu satunya mahasiswa laki laki di jurusan itu, sedangkan 20-an sisanya adalah mahasiswa perempuan. Maklum, jurusan sastra Perancis baru saja dibuka oleh pihak kampus sehingga yang minat juga terbatas. Yang membuat saya heran adalah dia betah sekali berstatus jomblo. Padahal, kalo boleh jujur, dia itu pintar, supel, dan level kegantengannya berada sedikit di bawah saya (Ngarep!) sedangkan rata rata teman teman satu jurusannya adalah mahasiswi mahasiswi cantik yang sudah akil baligh.

Suatu hari saya nekat bertanya ke teman saya yang level kegantengannya masih di bawah saya tadi,
“Bro, betah banget nge-jomblo? Enggak ngerasa kesepian kamu?”. Namun, bukannya tersinggung dia dengan entengnya menjawab;
“Gimana ngerasa kesepian, Bro? Wong saya kalo malem minggu tinggal milih cewek mana yang mau saya ajak keluar!”.  

Jawaban polosnya ini bikin saya manggut manggut sampai tujuh kali. Benar apa yang dia bilang. Dengan status jomblonya ini dia jadi bebas keluar dengan perempuan manapun yang dia suka. Bebas bersosialisasi dengan siapapun tanpa takut ada yang cemburu. Dengan status jomblonya juga dia jadi bebas mengatur waktu antara pergi main, kuliah, kumpul bareng keluarga dan teman. Jadi, secara enggak langsung dia jadi bahan rebutan semua teman satu jurusannya. Gimana enggak ngiri?!

Nah, kasus diatas jadi pembuktian bahwa tidak selamanya sendiri itu sepi dan pacaran itu tidak selamanya menyenangkan. Bahkan saat jomblo inilah saat terbaik bagi kita untuk bisa memahami diri sendiri, menggali potensi yang ada dalam diri, dan menjadi jomblo adalah predikat terbaik untuk terhindar dari belenggu cinta yang selama ini menjerat kebebasan kita.

Jangan harap Indonesia menjadi negara yang maju (Hlo kok ini bawa bawa negara?!) sebab keberhasilan sebuah negara maju berada dipundak generasi mudanya. Jika generasi mudanya saja masih terkena sindrom jomblophobia tingkat akut, bisa bisa negara ini bakal runtuh dengan sendirinya tanpa dijajah negara lain.

Marah? Sedih? Sepi? Baper? Frustasi? Adalah letupan emosi yang wajar dari seorang jomblo. Jomblo hanya sekedar satu dari sekian banyak proses yang ada di kehidupan kamu. Jutrsu jika kita kelola dengan baik, kita bisa menjadi lebih dewasa, paham akan batasan kemampuan diri, lebih dekat kepada Tuhan dan orang disekitar, dan bisa melakukan hal posotif lainnya.

Oke, ini kehidupanmu. Silahkan memilih antara jones galau sang pengemis cinta atau High Quality Jomblo yang mapan dan dewasa?



The Choice is in your hand, Buddy!







Tidak ada komentar:

Posting Komentar