Aku benci puisi!
Susunan kata yang cengeng... dengan
keangkuhannya mengajak manusia terlena dengan keindahaan setiap bait yang ia
suguhkan.
Aku benci puisi!
Barisan kata yang licik... dengan
kecerdikannya mampu membuat perasaan manusia terombang-ambing karena makna yang
ia berikan.
Setidaknya itulah yang aku
rasakan, dulu...
Hingga suatu hari, ketika aku
menginjak remaja, dimana manusia mulai merasakan getirnya kehidupan. Aku membutuhkan
suatu ‘penyegaran’. Paling tidak sesuatu yang mampu memberikan pandangan
berbeda dari apa yang aku lihat selama ini. Entah tentang manusia, alam, atau
cinta. Ya, cinta. Penyegaran tentang inilah yang sebenarnya aku cari selama ini.
Agar aku tidak lagi menyalahkannya, seperti kebanyakan manusia yang
menyalahkannya. Menyalahkannya hingga mereka tak sadar bahwa sebenarnya mereka
menyalahkan diri mereka sendiri. Menyalahkan takdir mereka sendiri. Aku tak mau
seperti itu...
Disaat itulah puisi hadir
disela-sela kebodohan itu. Menghadirkan sudut pandang indah sebagai ciri
khasnya. Akupun tak mampu lagi mencari alasan untuk membencinya. Sebaliknya,
aku mendapatkan beribu alasan untuk mencintainya. Entah apa yang terjadi dengan
otakku ini...
Puisi pertama itu seakan mengajak
jemariku turut menari untuk membuatnya. Pelangi, bintang, bulan, angin, hujan
menjadi unsur yang sering muncul dalam tarian itu. Tapi ada satu lagi unsur
yang selalu hadir, yaitu cinta. Itulah kenapa aku mulai membuka ruang untuk
puisi dalam rumahku ini. Mungkin akan membuka jendela cinta yang selama ini
ditutupi oleh keangkuhan hati. Dan puisi ini akan terus berusaha untuk membuka
jendela itu pelan – pelan...
Selamat membaca... ;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar