Seperti sebuah roda yang berputar, kondisi musik Indonesia juga mengalami fase
naik turun. Dimulai pada medio 80’an dimana musik beraliran jazz sangat
digemari penikmat musik Indonesia kala itu. Era ini sangat penting karena musik
Indonesia mengalami transisi dari musik “tradisional” menuju musik “modern”.
Musisi jazz pun bermunculan dan menyemarakkan blantika musik Indonesia. Namun,
era 80’an bukan hanya milik jazz semata, aliran lain seperti pop, rock, dan
dangdut berkembang tidak kalah cepatnya, menambah semarak musik nasional.
Tak dipungkiri, musikalitas mereka banyak terinspirasi musisi luar negeri
yang telah lebih dulu terkenal seperti The
Beatles, Rolling Stones, Stevie Wonder, Madonna, Queen, Metalicca, dll.
Maka tak heran, selain aransemen dan lirik lagu yang dalam, banyak kritik
sosial yang terselip di dalam lagu-lagu mereka.
Indonesia Musicians’ 80s
Koes Plus, Iwan Fals, Ebiet G
Ade, Fariz RM, Indra Lesmana, Godbless, Elpamas, Rhoma Irama, Evi Tamala, Ikke
Nurjanah, Maggy Z, Rinto Harahap, Vina Panduwinata, Utha Likumahuwa, Andre
Hehanusa, Chrisye, Broery Marantika, Nicky Astria, Gombloh, Bob Tutupoly, Gito
Rollies, Rita Sugiarto, Harvey Malaiholo, Franky Sahilatua, Dian Pramana Putra
Memasuki era 90’an, ketika kekreatifan dan kepopuleran mereka mulai
menurun, nahkoda musik Indonesia diambil alih oleh generasi penerus mereka.
Generasi penerus ini adalah anak anak muda yang memiliki talenta dan bakat
besar dalam bermusik yang tergabung ke dalam banyak grup band. Jadilah, remaja
angkatan 90’an dihebohkan oleh euforia kejayaan musik Indonesia.
Atmosfer persaingan yang panas antar grup band berhasil “memaksa” musisi
muda ini untuk menghasilkan lagu lagu yang berkualitas. Apalagi dengan
bermunculannya basis basis fans terkenal macam slankers (fans grup band Slank),
Baladewa (fans grup band Dewa 19), atau Sheilagank (fans grup Band Sheila On
7). Musik mereka yang easy listening, jujur, apa adanya, serta lirik lagu yang
cocok dengan kehidupan remaja sehari hari membuat lagu lagu mereka cepat
diterima oleh para kawula muda.
Walaupun rata-rata bergenre serupa, yaitu pop, grup grup band ini memiliki
karakteristik tersendiri yang membedakan satu sama lain. Karakter ini terbentuk
dari warna vokal dan gubahan aransemen sehingga memberi warna, gaya dan jiwa tertentu.
Indonesia Musicians’ 90s
Wayang, Base Jam, Java Jive,
Stinky, AB Three, Element, Tofu, T-Five, The Fly, Caffeine, Neo, Iwa K, Kla
Project, Agnes Monica, Krisdayanti, Rossa, Audy, Glenn Fredly, Marcell, Titi
DJ, Padi, Jamrud, Superman is Dead, Mocca, Andra & The backbone, Sheila on
7, Jikustik, /rif, Letto, Dewa, Serieus, Slank, Steven & Coconut Trees,
Andien, Tangga, Project Pop, Naif, Ada Band, Samsons, Sherina Munaf, Tipe X, D,
Cinnamons, Gigi, Kerispatih, Evo, Kahitna, Netral, She, Shaggy Dog, The
Changcuters, Nidji, Peterpan (Noah), Ungu, RAN, Geisha, D’massive...
Masa kejayaan musik Indonesia mulai goyah memasuki awal tahun 2010.
Kreatifitas yang menurun, regenerasi musisi yang terlambat, dan maraknya
pembajakan membuat industri musik Indonesia memasuki titik terendah. Kesempatan
ini dimanfaatkan band band kacangan
yang ditampilkan secara memaksa, instan, dan yang penting masuk TV. (baca juga:
Musik Indonesia Kekinian).
Puncaknya pada pertengahan 2014, publik Indonesia digegerkan dengan
lahirnya era boyband/girlband yang sengaja mengadopsi dari Korea. Protes pun
bermunculan dari banyak pemerhati musik Indonesia karena boyband/girlband
dianggap hanya plagiat dan seringnya mereka lip-sync diatas panggung. Era ini
sempat membuat “kotor” belantika musik Indonesia. (baca juga: R.I.Pboyband/girlband Indonesia).