Minggu, 24 Januari 2016

Jakartasentris-nya Media di Indonesia




Sekilas, jika kita menonton acara berita di banyak stasiun TV seperti melihat liputan khusus kota Jakarta. Segala berita ringan hingga berat terus ditayangkan, mulai dari kemacetan di Cikampek, pembunuhan di Kalideres, tawuran pelajar di Kebayoran, atau pengeroyokan di Matraman, semua di ulas dengan sangat sangat mendetail.

Misalnya nih, sedang heboh-hebohnya kasus pencurian jemuran yang terjadi di Jakarta Barat. Acara berita di stasiun TV maupun internet berlomba lomba menayangkannya. Semua tokoh mulai dari Komjen Besar Polri, kriminolog, saksi mata, hingga orangtua si pencuri diundang khusus untuk menyingkap tabir pencurian jemuran ini. Setelah kasus pencurian jemuran ini selesai diungkap, muncul lagi kasus lain dan kebiasaan tadi berulang, begitu seterusnya. Sedangkan penonton diluar Jakarta sana hanya manggut manggut mengerti, bereaksi, tapi tak bisa berbuat apa apa.


Sikap jakartasentris ini banyak menjangkiti berbagai media massa TV maupun elektronik di tanah air. Kita bisa dengan mudah menemukan berita ringan yang terjadi di Jakarta dan jug Jawa Barat, tapi kita akan selalu sulit untuk menemukan berita berat di luar jawa seperti misalnya jalanan rusak di Kupang atau wabah busung lapar di Papua.

Helloo... emang Indonesia ini cuma Jakarta doang?
Ini saya kasih gambaran...


Indonesia itu luas, Bung! Dari Sabang sampai Merauke!
Ada pulau Sumatra, Kalimantan, Halmahera, Nias, Flores dan ribuan pulau berpenghuni lainnya.

Kenapa semua berita hanya berfokus di Jakarta?

Oke, saya tahu Jakarta adalah ibukota negara...
Oke, saya juga tahu banyak kejadian penting yang terjadi di Jakarta...
Tapi semua itu bukan jadi alasan menganaktirikan daerah lainnya dong!

Ada madu ada kedondong, malu dong...

Menurut kesimpulan saya pribadi, ada beberapa penyebab kenapa pewarta media TV dan elektronik lebih sering mengupas berita tentang Jakarta saja. Kesimpulan saya ini bukan main-main hlo! Karena terbukti didukung oleh duta besar negara Zimbabwe dan tukang pijat keliling langganan ayah saya (Idih! Hubungannya apa?). ini nih beberapa kesimpulannya...

#1 Jumlah Warga Jakarta yang Buanyak

Menurut data tahun 2015, jumlah warga Jakarta (termasuk yang jomblo) adalah 12,7 juta jiwa atau terpadat bila dibanding kota besar lain di Indonesia. Dengan jumlah warga sebanyak ini sudah pasti banyak kejadian menarik yang terjadi setiap harinya. Ditambah dengan sifat warga Jakarta yang cerdas, kritis, melek teknologi, dan kekinian membuat arus informasi mengalir seakan tiada henti. Stasiun TV pun tinggal memilah berita mana yang menarik untuk dijadikan headline.

#2 Juruwarta Mayoritas Warga Jakarta dan sekitarnya

Stasiun televisi yang berpusat di Jakarta tentu memprioritaskan warga lokal Jakarta untuk bekerja di perusahaan berita mereka. Maka tak heran sebagian besar posisi mulai dari pemimpin redaksi, reporter, kameramen, fotografer, editor, penulis, hingga satpam dan clening service mayoritas adalah orang Jakarta dan sekitarnya. Jadi ada semacam keterikatan budaya dan psikologis untuk menggali berita di tanah kelahiran mereka sendiri.

#3 Kedekatan Jarak dengan Kantor Pusat

Ini juga berpengaruh, bro! Dekatnya jarak membuat sebuah berita viral menjadi lebih mudah untuk di ekspos. Tidak hanya itu, kedekatan jarak juga memangkas biaya transport, konsumsi dan biaya akomodasi lainnya.

“Ngapain cari berita jauh-jauh? Disini juga banyak berita menarik dengan biaya murah. Lagian gaji juga enggak nambah...” gitu kira kira pemikiran para juruwarta.

#4 Mencari Keuntungan Sebanyak-banyaknya

Ini masih berhubungan dengan poin #3 tadi. Dengan modal mengolah berita yang lebih rendah, sebuah stasiun TV tetap mampu menghasilkan uang yang melimpah, yaitu dari iklan dan sponsorship. Ini berbeda jika mereka mencari berita di Papua misalnya dengan biaya yang jauh lebih besar karena jarak yang jauh. Karena alasan inilah banyak juruwarta yang lebih menghasilkan berita di Jakarta dan sekitarnya daripada di luar Jawa.

Kesimpulan kesimpulan diatas sebenarnya hanyalah gambaran kasar kenapa berita Jakarta jauh lebih mendominasi daripada berita di daerah lain di Indonesia. Sudah barang tentu pihak stasiun TV juga punya alasan dan kebijakan khusus kenapa berita yang mereka sajikan selalu berita tentang Jakarta.

Sebenarnya selain sebagai sumber informasi, media TV juga berpotensi menjadi wadah interaktif untuk alat pemersatu bangsa. Dengan cakupan berita yang berimbang dan menjangkau segala lini sosial, maka gap (jarak) antara si kaya dan si miskin, antara indonesia barat dan indonesia timur bakal menipis dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Namun, jika ke jakarta-sentrisan ini terus terjadi dan dibiarkan, maka gap tadi dikhawatirkan bakal menganga lebar, memicu kecemburuan sosial sehingga terjadi disintegrasi bangsa.

Nah, cukup sekian dulu kritik ringan dari saya. Mudah mudahan kedepannya media televisi di Indonesia lebih relevan dan profesional dengan menyajikan berita yang merata di seluruh Indonesia tercinta ini. Dan media massa sebagai sarana terdepan dalam mewujudkan kecintaan kita terhadap tanah air Indonesia.



Salam damai...




1 komentar: