Rabu, 14 Februari 2018

Obituari Musisi



Siang hari bolong yang panasnya minta ampun, saya dikejutkan dengan berita di internet yang bikin biji mata hampir keluar: ”Pentolan Band Linkin Park, Chester Benninton, meninggal dunia!”

Kontan saja berita ini langsung saya anggap hoax. Apalagi saat itu berita hoax sedang heboh hebohnya melanda Indonesia. Dan seperti yang kalian tebak, dugaan saya meleset. Chester Bennington, vokalis band Linkin Park itu tewas gantung diri di kediamannya Palos Verdes Estates, California pada Kamis (20/7/2017). Sebuah stasiun televisi swasta mewartakan lengkap dengan referensi yang dapat dipercaya. Ya Tuhaaann… cobaan apalagi ini?? :’(

Saya dan mungkin anak generasi 90’an pantas bersedih. Linkin Park adalah fenomena tersendiri di dunia musik. Musikalitas yang diusung band ini adalah perpaduan cerdas antara alternative rock dan hip hop, dihiasi sedikit sentuhan rapcore dan elektronika. Genre musik yang sangat populer kala itu. Enggak heran band ini jadi begitu terkenal karena menyentuh segmen pasar yang luas.

Perkenalan saya dengan Linkin Park bisa dibilang enggak sengaja. Berawal dari kegemaran saya menonton MTv beberapa tahun lalu. Lagu “Papercut” dan “In The End” adalah dua lagu yang sukses bikin hati saya kesengsem berat dengan band ini. Saya pun rela enggak jajan selama 2 minggu demi mendapatkan kaset ORI untuk dapat info dan lirik lagu band ini. Maklum, waktu itu mbah google belum terkenal seperti sekarang. Dan 18 tahun setelahnya, kekaguman saya terhadap band ini tidak luntur sedikitpun.

Chester Bennington adalah Linkin Park. Walaupun di sebelahnya ada Mike Shinoda, Brad Delson, Rob Bourdon, Dave Farrel, dan Joe Hahn, Chester-lah yang membuat Linkin Park menjadi “Linkin Park”. Kepergiannya pasti akan menghilangkan “nyawa” dari Linkin Park sendiri. Dan saya yakin seorang Mike Shinoda sekalipun akan sangat sulit mencari pengganti yang sepadan.
 
Ini adalah dampak bagi Linkin Park sendiri, bagaimana dengan para fans yang merasa kehilangan? Berbagai ekpresi kekecewaan, kemarahan, belasungkawa, dan penyesalan ditujukan langsung untuk mendiang Chester. Bahkan, Chris Martin, frontman band Coldplay juga memberikan penghormatan terakhir baginya. Dia bermain piano sambil menyanyikan “Crawling” di depan ribuan fansnya di Metlife Stadium, New Jersey.

“This is to everybody who misses someone you know. This is for our whole community of musicians”, ujarnya sebelum piano dimainkan.

Dan ternyata kematian Chester Bennington hanya satu dari sekian banyak kematian musisi dunia. Hiks… gimana ya perasaan fans yang ditinggalkannya?



Sedih, kecewa, marah adalah beberapa perasaan yang berkecamuk di hati para penggemar. Malah ada loh penggemar yang tak percaya begitu saja berita kematian idolanya.

Dalam kematian Elvis Presley tahun 1977 misalnya. Singkat cerita, raja Rock n Roll ini ditemukan tewas di kamar mandi rumahnya di Tennesse. Dokter yang memeriksanya menduga penyebab kematian doi terkena penyakit cardiac arrhythmia, sejenis penyakit jantung. Namun, pihak lain menduga penyebab kematiannya karena overdosis narkoba.

Teori teori konspirasi tentang kematian sang legenda pun bermunculan. Ada yang bilang penyebab kematiannya karena sembelit. Bahkan ada yang yang percaya Elvis sebenarnya masih hidup dan sempat menjadi cameo di beberapa film Hollywood. Nah loo… yang bener yang mana nih?

Tidak itu saja. Masih ingat berita kematian sang raja pop Michael Jackson? Berita kematiannya dengan cepat menyebar ke seantero jagad raya. Merajai linimasa hampir di sosial media seluruh dunia. Tepatnya tahun 2009 silam, Jacko di temukan tak bernyawa dirumahnya. Kesimpulan terakhir menyebutkan penyanyi yang populer dengan gerakan dansa “moonwalk” ini meninggal akibat serangan jantung. Namun ada saja yang menganggap Jacko sengaja memalsukan kematiannya dan hidup layaknya manusia “normal” lainnya.

Hihihi… ada-ada saja ya teorinya? Mungkin teori ini sengaja diciptakan karena penggemar belum rela ditinggal pergi selamanya oleh sang idola.

Kematian adalah awal

Ada sebuah istilah yang berbunyi; “Nothing Lasts Forever” atau “Tak ada yang abadi”. Sebuah pengakuan yang mempercayai bahwa semua yang dimiliki manusia akan kalah oleh waktu. Kekayaan, kesuksesan, kepopuleran, adalah momen yang sewaktu waktu bisa hilang oleh bencana atau kematian.

Lalu apakah istilah ini juga berlaku bagi musisi yang telah wafat?

Kematian seorang musisi tidak serta merta menghilangkan statusnya sebagai seorang “seniman”. Segala hasil karya dan pengabdiannya dalam dunia musik adalah warisan yang mereka tinggalkan. Beberapa musisi bahkan masih terkenal puluhan tahun setelah wafat.

Di tanah air, kita mengenal sosok Nike Ardila. Penyanyi, aktris, sekaligus model Indonesia. Puncak kariernya terjadi pada awal 90’an dimana dia ditahbiskan menjadi musisi dengan pendapatan tertinggi. Sejumlah film box office, model gadis sampul, hingga bintang iklan dijalaninya. Belum lagi konser musik yang selalu dinanti ratusan ribu penggemarnya. Sayang, maret 1995, Nike Ardila tewas dalam sebuah kecelakaan mobil. Berita kematiannya menjadi headline di media massa terkenal. Ditangisi hampir separuh warga Indonesia. Nike Ardila tewas tepat dipuncak kariernya.


Lalu apakah kecintaan para fans berhenti sampai disitu?

Dua puluh enam tahun berlalu pasca kematiannya. Fans Nike Ardila ternyata masih eksis dan berkembang. Fans Club Nike Ardila (NAFC) namanya. Uniknya, fans club ini terdiri dari beberapa generasi, yaitu generasi original, generasi pasca wafat, dan generasi milenial. Menjadi bukti sahih bahwa kematian seorang musisi tidak lantas membuat pesona musisi hlang begitu saja.

Ups… jangan lupakan juga Om Chrisye, sang maestro music Indonesia. Beda dengan teh Nike, Om Chrisye punya karier bermusik yang lumayan panjang (1968 – 2007). Saya sebut sang maestro karena corak lagunya yang variatif. Ada romansa, budaya, juga relugius tapi tidak menghilangkan karakter suara yang dimilikinya. Namun sayang, sang maestro harus berpulang ke haribaan pada umur 57 tahun akibat kanker paru paru yang dideritanya.

Perjalanan karier Chrisye bikin sutradara kenamaan Rizal Mantovani tertarik mengangkatnya ke layar lebar. Maka, ditunjuklah aktor kece, Vino G Bastian yang kemudian berperan sebagai Chrisye. Film-nya pun lumayan sukses di pasaran.


Lihat,’kan? Bagi musisi, kematian hanyalah sebuah awal dari sebuah keabadian.

Oke… stop sampai disini! Dari observasi diatas, saya jadi tertarik menganalisis fakta menarik seputar obituari musisi ini.



Berita kematian musisi biasanya diekspos secara masif oleh media. Memuaskan fans yang kepo akan benar tidaknya kematian sang idola. Tapi namanya juga media, pasti punya versi sendiri. Sehingga muncullah berbagai teori konspirasi yang biasanya dihubungkan dengan spirit dan takhayul.

Kematian John Lennon atas fans-nya sendiri misalnya. Ada berita yang menduga sang pembunuh sudah dicuci otaknya. Ada juga versi lain yang bilang si pembunuh mengikuti sekte tertentu. Bla… bla… bla…

Enggak ketinggalan, kematian bapaknya reggae dunia, Bob Marley, juga penuh dengan teori dan tanda tanya hingga saat ini. Ada yang menduga CIA dalangnya. Terkait dengan perang dinginantara AS – Rusia yang tengah terjadi. Disebutkan juga Bob Marley adalah tokoh kunci yang harus segera dilenyapkan. Bla… bla… bla…

Hmm… kalo sudah begini tinggal kita bingung mana yang fakta mana yang fiksi.



Selain sisi negatif kabar kematian musisi, terselip juga sisi positifnya, yaitu kembalinya musisi ke puncak ketenaran.

Lagi lagi saya mengambil contoh kasus kematian “The King of Pop” Michael Jackson 2009 silam. Beritanya dengan cepat menyebar seantero dunia. Mesin pencari Google dan AOL bahkan sempat down akibat traffic internet dengan kata kunci “Michael Jackon’s Death” berseliweran.

Penggemar musik dilanda ke-kepoan luar biasa. Malah anak muda yang sebelumnya tidak mengenal tidak mengenal MJ menjadi mengenalnya, dan tak jarang malah menjadi penggemarnya kemudian. Ribuan lagu dari album lawas diunduh ribuan kali oleh fans. Gelaran konser tribute pun semarak diadakan oleh para penggemar.

Hysteria semacam ini memang lazim terjadi tatkala ada musisi terkenal meninggal. Sebuah penegasan akan rasa cinta dan kesetiaan fans walaupun ajal menjemput.



Nah, dari obituari musisi ini kita belajar tentang perkenalan, perpisahan, dan kesetiaan. Namun, disinilah awal dari keabadian itu diuji.
Semakin lama, akan ketahuan mana musisi sejati dan mana musisi yang numpang lewat. Jika dia musisi numpang lewat, sudah pasti karyanya akan cepat dilupakan dan namanya akan diingat oleh segelintir orang saja. Sedangkan jika dia adalah musisi sejati? Hmm… sepertinya kalian paham apa yang saya maksud… :D

Kematian seorang musisi baik itu sengaja (bunuh diri) atau tidak disengaja (dibunuh, overdosis, kecelakaan) memang menorah luka mendalam di hati sang penggemar. Namun, semua itu tidak lantas membuat kita mudah melupakan. Gaya bermusik, pahit/manis perjalanan karier, hingga gaya berpakaian akan selalu mempengaruhi kehidupan kita di masa mendatang. Banyak memang musisi pendatang baru dengan bakat musik luar biasa. Tetapi hanya musisi sejati-lah yang akan ditulis oleh tinta emas music dunia.

Selamat tinggal para musisi… karyamu akan kami kenang selamanya…









Referensi 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |

Tidak ada komentar:

Posting Komentar