Siang hari bolong yang panasnya minta ampun, saya dikejutkan
dengan berita di internet yang bikin biji mata hampir keluar: ”Pentolan Band
Linkin Park, Chester Benninton, meninggal dunia!”
Kontan saja berita ini langsung saya anggap hoax.
Apalagi saat itu berita hoax sedang heboh hebohnya melanda Indonesia. Dan
seperti yang kalian tebak, dugaan saya meleset. Chester Bennington, vokalis
band Linkin Park itu tewas gantung diri di kediamannya Palos Verdes Estates,
California pada Kamis (20/7/2017). Sebuah stasiun televisi swasta mewartakan
lengkap dengan referensi yang dapat dipercaya. Ya Tuhaaann… cobaan apalagi
ini?? :’(
Saya dan mungkin anak generasi 90’an pantas bersedih. Linkin
Park adalah fenomena tersendiri di dunia musik. Musikalitas yang diusung band
ini adalah perpaduan cerdas antara alternative rock dan hip hop, dihiasi
sedikit sentuhan rapcore dan elektronika. Genre musik yang sangat populer kala
itu. Enggak heran band ini jadi begitu terkenal karena menyentuh segmen pasar
yang luas.
Perkenalan saya dengan Linkin Park bisa dibilang
enggak sengaja. Berawal dari kegemaran saya menonton MTv beberapa tahun lalu. Lagu
“Papercut” dan “In The End” adalah dua lagu yang sukses bikin hati saya
kesengsem berat dengan band ini. Saya pun rela enggak jajan selama 2 minggu
demi mendapatkan kaset ORI untuk dapat info dan lirik lagu band ini. Maklum,
waktu itu mbah google belum terkenal seperti sekarang. Dan 18 tahun setelahnya,
kekaguman saya terhadap band ini tidak luntur sedikitpun.
Chester Bennington adalah Linkin Park. Walaupun di
sebelahnya ada Mike Shinoda, Brad Delson, Rob Bourdon, Dave Farrel, dan Joe
Hahn, Chester-lah yang membuat Linkin Park menjadi “Linkin Park”. Kepergiannya
pasti akan menghilangkan “nyawa” dari Linkin Park sendiri. Dan saya yakin seorang
Mike Shinoda sekalipun akan sangat sulit mencari pengganti yang sepadan.
Ini adalah dampak bagi Linkin Park sendiri, bagaimana
dengan para fans yang merasa kehilangan? Berbagai ekpresi kekecewaan,
kemarahan, belasungkawa, dan penyesalan ditujukan langsung untuk mendiang
Chester. Bahkan, Chris Martin, frontman band Coldplay juga memberikan
penghormatan terakhir baginya. Dia bermain piano sambil menyanyikan “Crawling”
di depan ribuan fansnya di Metlife Stadium, New Jersey.
“This is to everybody who misses someone you know.
This is for our whole community of musicians”, ujarnya sebelum piano dimainkan.
Sedih, kecewa, marah adalah beberapa perasaan yang
berkecamuk di hati para penggemar. Malah ada loh penggemar yang tak percaya
begitu saja berita kematian idolanya.
Dalam kematian Elvis Presley tahun 1977 misalnya.
Singkat cerita, raja Rock n Roll ini ditemukan tewas di kamar mandi rumahnya di
Tennesse. Dokter yang memeriksanya menduga penyebab kematian doi terkena
penyakit cardiac arrhythmia, sejenis
penyakit jantung. Namun, pihak lain menduga penyebab kematiannya karena
overdosis narkoba.
Teori teori konspirasi tentang kematian sang legenda
pun bermunculan. Ada yang bilang penyebab kematiannya karena sembelit. Bahkan
ada yang yang percaya Elvis sebenarnya masih hidup dan sempat menjadi cameo di beberapa film Hollywood. Nah
loo… yang bener yang mana nih?
Tidak itu saja. Masih ingat berita kematian sang raja
pop Michael Jackson? Berita kematiannya dengan cepat menyebar ke seantero jagad
raya. Merajai linimasa hampir di sosial media seluruh dunia. Tepatnya tahun
2009 silam, Jacko di temukan tak bernyawa dirumahnya. Kesimpulan terakhir
menyebutkan penyanyi yang populer dengan gerakan dansa “moonwalk” ini meninggal
akibat serangan jantung. Namun ada saja yang menganggap Jacko sengaja
memalsukan kematiannya dan hidup layaknya manusia “normal” lainnya.
Hihihi… ada-ada saja ya teorinya? Mungkin teori ini
sengaja diciptakan karena penggemar belum rela ditinggal pergi selamanya oleh
sang idola.
Kematian adalah awal
Ada sebuah istilah yang berbunyi; “Nothing Lasts
Forever” atau “Tak ada yang abadi”. Sebuah pengakuan yang mempercayai bahwa
semua yang dimiliki manusia akan kalah oleh waktu. Kekayaan, kesuksesan,
kepopuleran, adalah momen yang sewaktu waktu bisa hilang oleh bencana atau
kematian.
Lalu apakah istilah ini juga berlaku bagi musisi yang
telah wafat?
Kematian seorang musisi tidak serta merta
menghilangkan statusnya sebagai seorang “seniman”. Segala hasil karya dan
pengabdiannya dalam dunia musik adalah warisan yang mereka tinggalkan. Beberapa
musisi bahkan masih terkenal puluhan tahun setelah wafat.
Di tanah air, kita mengenal sosok Nike Ardila.
Penyanyi, aktris, sekaligus model Indonesia. Puncak kariernya terjadi pada awal
90’an dimana dia ditahbiskan menjadi musisi dengan pendapatan tertinggi.
Sejumlah film box office, model gadis sampul, hingga bintang iklan dijalaninya.
Belum lagi konser musik yang selalu dinanti ratusan ribu penggemarnya. Sayang,
maret 1995, Nike Ardila tewas dalam sebuah kecelakaan mobil. Berita kematiannya
menjadi headline di media massa terkenal. Ditangisi hampir separuh warga
Indonesia. Nike Ardila tewas tepat dipuncak kariernya.
Lalu apakah kecintaan para fans berhenti sampai
disitu?
Dua puluh enam tahun berlalu pasca kematiannya. Fans
Nike Ardila ternyata masih eksis dan berkembang. Fans Club Nike Ardila (NAFC)
namanya. Uniknya, fans club ini terdiri dari beberapa generasi, yaitu generasi
original, generasi pasca wafat, dan generasi milenial. Menjadi bukti sahih
bahwa kematian seorang musisi tidak lantas membuat pesona musisi hlang begitu
saja.
Ups… jangan lupakan juga Om Chrisye, sang maestro
music Indonesia. Beda dengan teh Nike, Om Chrisye punya karier bermusik yang
lumayan panjang (1968 – 2007). Saya sebut sang maestro karena corak lagunya
yang variatif. Ada romansa, budaya, juga relugius tapi tidak menghilangkan
karakter suara yang dimilikinya. Namun sayang, sang maestro harus berpulang ke
haribaan pada umur 57 tahun akibat kanker paru paru yang dideritanya.
Perjalanan karier Chrisye bikin sutradara kenamaan
Rizal Mantovani tertarik mengangkatnya ke layar lebar. Maka, ditunjuklah aktor
kece, Vino G Bastian yang kemudian berperan sebagai Chrisye. Film-nya pun
lumayan sukses di pasaran.
Lihat,’kan? Bagi musisi, kematian hanyalah sebuah awal
dari sebuah keabadian.
Oke… stop sampai disini! Dari observasi diatas, saya
jadi tertarik menganalisis fakta menarik seputar obituari musisi ini.
Berita kematian musisi biasanya diekspos secara masif
oleh media. Memuaskan fans yang kepo akan benar tidaknya kematian sang idola.
Tapi namanya juga media, pasti punya versi sendiri. Sehingga muncullah berbagai
teori konspirasi yang biasanya dihubungkan dengan spirit dan takhayul.
Kematian John Lennon atas fans-nya sendiri misalnya.
Ada berita yang menduga sang pembunuh sudah dicuci otaknya. Ada juga versi lain
yang bilang si pembunuh mengikuti sekte tertentu. Bla… bla… bla…
Enggak ketinggalan, kematian bapaknya reggae dunia,
Bob Marley, juga penuh dengan teori dan tanda tanya hingga saat ini. Ada yang
menduga CIA dalangnya. Terkait dengan perang dinginantara AS – Rusia yang
tengah terjadi. Disebutkan juga Bob Marley adalah tokoh kunci yang harus segera
dilenyapkan. Bla… bla… bla…
Hmm… kalo sudah begini tinggal kita bingung mana yang
fakta mana yang fiksi.
Selain sisi negatif kabar kematian musisi, terselip
juga sisi positifnya, yaitu kembalinya musisi ke puncak ketenaran.
Lagi lagi saya mengambil contoh kasus kematian “The
King of Pop” Michael Jackson 2009 silam. Beritanya dengan cepat menyebar
seantero dunia. Mesin pencari Google dan AOL bahkan sempat down akibat traffic
internet dengan kata kunci “Michael Jackon’s Death” berseliweran.
Penggemar musik dilanda ke-kepoan luar biasa. Malah
anak muda yang sebelumnya tidak mengenal tidak mengenal MJ menjadi mengenalnya,
dan tak jarang malah menjadi penggemarnya kemudian. Ribuan lagu dari album
lawas diunduh ribuan kali oleh fans. Gelaran konser tribute pun semarak
diadakan oleh para penggemar.
Hysteria semacam ini memang lazim terjadi tatkala ada
musisi terkenal meninggal. Sebuah penegasan akan rasa cinta dan kesetiaan fans
walaupun ajal menjemput.
Nah, dari obituari musisi ini kita belajar tentang
perkenalan, perpisahan, dan kesetiaan. Namun, disinilah awal dari keabadian itu
diuji.
Semakin lama, akan ketahuan mana musisi sejati dan
mana musisi yang numpang lewat. Jika dia musisi numpang lewat, sudah pasti
karyanya akan cepat dilupakan dan namanya akan diingat oleh segelintir orang
saja. Sedangkan jika dia adalah musisi sejati? Hmm… sepertinya kalian paham apa
yang saya maksud… :D
Kematian seorang musisi baik itu sengaja (bunuh diri)
atau tidak disengaja (dibunuh, overdosis, kecelakaan) memang menorah luka
mendalam di hati sang penggemar. Namun, semua itu tidak lantas membuat kita
mudah melupakan. Gaya bermusik, pahit/manis perjalanan karier, hingga gaya
berpakaian akan selalu mempengaruhi kehidupan kita di masa mendatang. Banyak
memang musisi pendatang baru dengan bakat musik luar biasa. Tetapi hanya musisi
sejati-lah yang akan ditulis oleh tinta emas music dunia.
Selamat tinggal para musisi… karyamu akan kami kenang
selamanya…
Referensi 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar