Dari 193 negara didunia, mungkin
hanya ada satu negara yang mampu mempertahankan persatuan yang utuh sebagai sebuah
negara merdeka, yaitu Indonesia. Gimana enggak? Indonesia adalah negara majemuk
dengan suku bangsa, bahasa, dan lima agama berbeda yang dianut penduduknya,
tapi semua itu tak lantas membuat negara ini penuh dengan perang saudara dan
konflik berkepanjangan yang bisa mencabik-cabik persatuan.
Jika kita iseng
membandingkan dengan negara lain, betapa mereka sangat sulit untuk
mempersatukan budaya dalam satu negara. Malah, beberapa negara harus terpecah belah
karena perang saudara. Misalnya pembubaran negara Yugoslavia karena perbedaan
ras dan budaya. Lalu ada perang sipil karena diskriminasi ras dan agama di
Sudan yang akhirnya memisahkan negara Sudan dan Sudan Selatan, dan yang paling
hangat adalah lepasnya Crimea dari Ukraina yang lebih memilih untuk bergabung
ke Rusia.
Negara lain seakan iri
melihat persatuan di Indonesia yang tetap terjalin harmonis ditengah gejolak dan
pertikaian ras, agama, dan politik di dunia. Mereka juga berpikir keheranan
kenapa Indonesia yang notabene adalah negara dengan banyak budaya dan agama yang
berbeda, tetapi tetap mampu hidup berdampingan satu sama lain.
Tapi sadarkah kamu? Sebelum persatuan yang indah ini didapat, rakyat Indonesia harus jatuh bangun dulu untuk bisa mewujudkannya. Sejarah kelam Indonesia mencatat bagaimana darah, keringat, dan air mata harus tertumpah untuk mencapai kedamaian seperti yang kita bisa nikmati sekarang. Berikut adalah pengorbanan yang harus dilewati rakyat Indonesia untuk mencapai persatuan yang murni:
G
30 S PKI (1965)
G 30 S PKI merupakan
konflik politik terkelam dalam sejarah Indonesia. Gerakan ini adalah upaya
kudeta untuk menjadikan Indonesia sebagai negara berhaluan komunis. Dalam
peristiwa ini diperlihatkan bagaimana bangsa indonesia kehilangan rasa
kemanusiaannya dengan terjadinya kekejaman manusia atas manusia pada saat itu.
Setelah terbunuhnya enam
jenderal dan kegagalan kudeta yang dilakukan PKI. Rakyat Indonesia marah dan
melakukan genosida kepada lebih dari 3 juta simpatisan PKI di seluruh
Indonesia. Mereka menyekap, menginterogasi di kamp tahanan, dan mengeksekusi tanpa
melalui proses peradilan. Pembantaian terjadi di Jawa Tengah (bulan Oktober),
Jawa Timur (bulan November), dan Bali (bulan Desember). Kondisi Indonesia saat
itu sangat mencekam.
Simpatisan PKI yang dijaga ABRI |
Sebelum dibantai, mereka disuruh menggali liang lahatnya sendiri |
Eksekutor mengatur calon korbannya |
Korban tewas masih saja dipukuli di depan umum |
Catatan tidak resmi
menyebutkan setidaknya 500.000 hingga 3 juta orang tewas dalam pembantaian
massal yang terjadi pada akhir 1965. Ratusan ribu lainnya dipenjarakan di kamp
konsentrasi tanpa adanya perlawanan sama sekali.
Tragedi
Mei 1998
Kejadian ini bermula dari
krisis finansial yang melanda asia pada 2008 dan dipicu oleh penembakan 4
mahasiswa Trisakti yang dikenal dalam Tragedi
Trisakti. Aksi pembunuhan ini berbuntut pada kemarahan mahasiswa dan
melakukan gelombang unjuk rasa besar-besaran yang akhirnya berhasil menduduki
gedung DPR/MPR. Kerusuhan ini diikuti dengan peristiwa anarkis di ibukota Jakarta
dan beberapa kota besar lainnya yang menimbulkan banyak korban jiwa maupun
material.
Terjadi pembunuhan, penyiksaan, penjarahan, hingga pemerkosaan massal. Kaum Tionghoa adalah kaum yang paling tertindas dalam tragedi Mei 98. Dimana terjadi penjarahan toko – toko milik Tionghoa, bahkan marak terjadi pemerkosaan massal terhadap perempuan Tionghoa yang dilakukan secara brutal. Akibat aksi kekerasan ini, terjadi eksodus besar warga Tionghoa meninggalkan Indonesia karena warga yang merasa ketakutan dan trauma. Tragedi ini mendapat perhatian dunia dan sempat menjadi headline surat kabar di Asia.
Kejadian monumental saat mahasiswa menguasai gedung DPR |
Peristiwa Mei 98
mengakibatkan pengunduran diri Soeharto dari kursi presiden dan digantikan B.J
Habiebie yang saat itu menjadi wakil presiden. Ini menandai berakhirnya era
Orde Baru dan dimulainya era reformasi seperti sekarang. Namun, pengusutan
terhadap kasus pelanggaran HAM dalam tragedi ini masih buram hingga sekarang.
Kerusuhan
Sambas-Sampit (1999)
Walaupun berbeda tempat dan
waktunya, dua kerusuhan ini dapat disimpulkan sebagai perang antar-etnis antara
suku dayak dan suku Madura. Konflik Sambas terjadi di Sambas, Kalimantan Barat,
antara suku Dayak dan Melayu dengan suku pendatang (Transmigran) yaitu suku
Madura. Konflik ini bermula dengan perkelahian antara suku Melayu dan Madura,
kemudian meluas dengan bergabungnya ratusan massa dari kedua kubu yang
bertikai. Warga suku Melayu dibantu warga suku Dayak melakukan penyerangan,
pembakaran, pengrusakan, penganiayaan, dan pembunuhan warga suku Madura.
Sedangkan di Sampit ,
Kalimantan Tengah, keadaan lebih mengerikan lagi dimana banyak terjadi
pemenggalan kepala oleh suku Dayak kepada suku Madura. Hal ini sebenarnya adalah
tradisi perang suku Dayak yang bernama Ngayau.
Peristiwa berkembang dengan terjadinya gelombang besar pengungsian suku Madura
menuju Singkawang dan Pontianak. Tentara, polisi, dan aparat berwajib lainnya
hampir tak berkutik mengatasi konflik ini.
Korban akibat kerusuhan
Sambas terdiri dari 1.189 orang tewas, 168 orang luka berat, 3.833 rumah
dibakar dan dirusak, 8 masjid/madrasah dibakar, dan 29.823 warga Madura
mengungsi. Sedangkan di Sampit terjadi lebih dari 500 kematian, lebih dari
100.000 warga Madura kehilangan tempat tinggal, dan banyak warga Madura yang
tewas tanpa kepala tergeletak di jalanan Sampit.
Kerusuhan
Ambon (Januari 1999 - Desember 1999)
Secara garis
besar, konflik Ambon adalah konflik yang terjadi antara mayoritas kaum Muslim
dan minoritas kaum Kristen di kota Ambon dan sekitarnya. Berawal hanya dari lempar-lemparan
batu antar kelompok pemuda, konflik ini meluas menjadi pertikaian berbau SARA. Warga
muslim dan Kristen di Ambon saling serang dan mengakibatkan pembakaran masjid
dan gereja, pembantaian oleh dua kelompok yang bertikai, pengrusakan, pemaksaan
pindah agama, dan juga penjarahan, sehingga hal ini dianggap sebagai konflik
dengan pelanggaran HAM berat.
Masjid Mutaqin, salah satu masjid yang terbakar dalam konflik Ambon |
Sudut desa Popilo, Maluku Utara setelah konflik |
Data korban
tewas hingga saat ini masih simpang siur, tapi sedikitnya 688 orang tewas dan
1.500 orang hilang. Konflik ini juga menyebar ke pulau pulau disekitar Ambon
seperti Pulau Seram, Pulau Buru, dan Pulau Halmahera karena adanya provokasi
dari pihak yang tak bertanggungjawab.
Konflik Ambon
masih menyisakan trauma yang berkepanjangan bagi warga Ambon. namun, ancaman
terulangnya konflik serupa masih tetap ada.
Konflik Poso (1998-2001)
Konflik yang
bernuansa SARA juga terjadi di Poso, Sulawesi Tengah dalam waktu yang hampir
bersamaan. Konflik ini diduga sebagai imbas era reformasi tahun 1998, selain
itu banyak daerah di Sulewesi yang tidak menikmati hasil pembangunan nasional
karena sistem sentralistik yang hanya terpusat pada ibukota negara, yaitu
Jakarta.
Sudut kota Poso yang membara |
Puing puing sisa konflik Poso 1998 |
Situasi Poso
masa konflik sangat memilukan. Mayat warga sipil bergelimpangan, rumah yang
hangus karena dibakar menjadi pemandangan biasa di Poso, belum lagi ancaman bom
yang hampir setiap hari terjadi membuat warga Poso menjadi tak tenang dan
memilih mengungsi. Selama konflik tercatat 542 korban tewas, 125 orang luka
berat, 31 rumah ibadah hancur, 6211 rumah terbakar, 161 fasilitas pemerintah
dan swasta tak dapat berfungsi (Kompas, 19/12-2001). Konflik Poso berakhir
setelah ditandatanganinya Deklarasi
Malino pada 20 Desember 2001 oleh kelompok Islam dan Kristen. Namun,
pertikaian kecil dan ancaman bom masih saja terjadi setelahnya.
Tragedi diatas mengingatkan
kita bahwa pertikaian ras, agama, dan politik juga pernah terjadi di Indonesia.
Namun, hal itu tak lantas memecah belah persatuan kita. Akan tetapi persatuan
yang berhasil dijaga ini juga harus dibayar mahal dengan nyawa dan air mata,
dimana jutaan rakyat tewas dan puluhan ribu lainnya mengalami trauma. Itulah
beberapa perjuangan rakyat Indonesia untuk menuju persatuan. Perjuangan yang
akan selalu mengingatkan kita akan arti pentingnya persatuan itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar